SPI - Sistim Demokrasi Terpimpin


Pendahuluan

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang mengadopsi Ideologi Demokrasi dalam sistem politik dan sistem pemerintahannya. Di masa awal kemerdekaan Indonesia, Demokrasi Liberal mendominasi literatur pemikiran para pendiri negara (founding fathers). Ideologi ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap perumusan Undang-Undang Dasar 1945, sistem pemerintahan, dan juga sistem ekonomi Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 telah berlaku di empat periode kepemerintahan, yaitu masa Kemerdekaan (1945-1959), era Demokrasi Terpimpin (1959-1966), masa Orde Baru (1966-1998) dan era Reformasi. Semuanya ternyata menunjukkan  corak dan karakter kepemerintahan yang berbeda satu periode dengan periode lainnya.
Di masa kemerdekaan, berlaku tiga macam Undang-Undang Dasar (UUD 1945, UUD RIS dan UUDS 1950), namun kehidupan sistem demokrasi dapat berjalan dan hukum dapat ditegakkan. Setelah dekrit presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 kembali berlaku dan dinyatakan penggunaan sistem Demokrasi Terpimpin. Namun pada pelaksanaannya, sikap otoritarian sangat mendominasi dalam bidang politik dan pemerintahan Indonesia.
Konfli-konflik serta perbedaan pandanganlah yang menyebabkan sistem demokrasi di Indonesia mengalami bebeapa fase perubahan sejak awal kemerdekaan, sebab setiap orang terutama para penguasa memiliki pandangan tersendiri terhadap demokrasi, sehingga demokrasi memiliki makna yang berbeda-beda.
Di era 1950-an, pertentangan ideologi politik di antara partai-partai sangat dirasakan. Masing-masing partai telah berupaya memasarkan bahwa ideologinyalah yang terbaik untuk sebuah Indonesia merdeka. Sebagai kelanjutan dari masa pergerakan nasional, secara kasar peta ideologi itu mengerucut menjadi tiga: Islamisme, nasionalisme, dan Marxisme/sosialisme. Ketiganya juga menemukan perumahannya pada berbagai partai yang cenderung untuk berpecah belah akibat pertentangan para elitenya, sekalipun ideologinya serupa.
Sesudah Pemilu 1955, dengan terbentuknya DPR dan Majelis Konstituante, pertentangan ideologi itu menjadi sengit dalam perdebatan Majelis Konstituante, khususnya antara Islam vs Pancasila. Islam didukung oleh partai-partai Islam, Pancasila oleh partai-partai nasionalis, sosialis/Marxis. Cita-cita Bung Karno untuk menyatukan ketiga ideologi itu mengalami kegagalan total, karena memang merupakan sesuatu yang mustahil, khususnya antara Islam dan Marxisme.
Karena tajamnya pertentangan ideologi dalam Majelis Konstituante untuk merumuskan dasar negara antara Islam dan Pancasila yang tak kunjung menemukan kata sepakat, TNI mengusulkan kepada Presiden Soekarno agar UUD 1945 didekritkan dengan mengorbankan Majelis Konstituante. Dekrit ini dikenal dengan Dekrit 5 Juli 1959, yang kemudian oleh Presiden Soekarno dijadikan landasan konstitusional untuk menciptakan sistem Demokrasi Terpimpin, 1959-1966. Sejak 5 Juli 1959, UUD 1950 resmi digantikan oleh UUD 1945.[1]
           

BAB I
Latar Belakang Demokrasi Terpimpin

  1. Sejarah Awal
P
ada tahun 1950-an di Indonesia ditandai oleh ketidakstabilan politik yang disebabkan oleh Sistem Demokrasi Parlementer yang berlaku pada waktu itu. Sistem ini bersifat sangat liberal, dan didominasi oleh partai-partai politik yang menguasai parlemen. Akhirnya Pemilu 1955 yang dimenangkan empat kekuatan besar, Masyumi, Partai Nasional Indonesia (PNI), Nahdlatul Ulama (NU) serta PKI, kini masih dianggap sebagai pemilu paling bebas dan bersih yang pernah dilaksanakan sepanjang sejarah Indonesia. Namun, sisi lain dari sistem parlemen yang dikuasai partai ini adalah sering jatuh bangunnya kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri. Selain itu, sejarah yang kita baca di sekolah akan menekankan pula bahwa integritas nasional terus-menerus diancam oleh berbagai gerakan separatis, yakni DI/TI, PRRI/Permesta, dan sebagainya.
Sering jatuh bangunnya kabinet pada waktu itu adalah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Beberapa gerakan separatis muncul sepanjang tahun 1950-an juga adalah kenyataan, bahkan Soekarno makin curiga pada partai politik karena dia menganggap Masyumi, dan juga PSI, terlibat dalam beberapa pemberontakan daerah. Lebih jauh lagi, Soekarno mendekritkan kembalinya Indonesia pada UUD 1945 karena kegagalan Konstituante untuk memutuskan UUD baru untuk Indonesia, akibat perdebatan berlarut-larut, terutama antara kekuatan nasionalis sekuler dan kekuatan Islam mengenai dasar negara.

  1. Dekrit Presiden
Sementara konstituante (MPR) hasil pemilu pertama, yang mulai bersidang di Bandung pada 10 Nopember 1956, selama hampir tiga tahun gagal menelorkan UU. Bahkan, Konstituante seolah-olah menjadi ajang perdebatan yang bertele-tele, tanpa akhir dan juga tanpa hasil. Sementara pemberontakan di daerah-daerah terjadi. Dimulai dengan diproklamirkannya PRRI di Padang pada 15 Pebruari 1958. Setelah 10 Pebruari 1958 PRRI mengeluarkan ultimatum minta agar kabinet Juanda mengundurkan diri. Kemudian digantikan dengan kabinet Hatta atau Sultan Hamengkubuwono IX. Berlanjut dengan pemberontakan Permesta di Sulawesi. Pada waktu bersamaan masih terjadi gangguan keamanan oleh DI/TII di Jawa Barat dan Ibnu Hajar di Kalimantan. Yang menyebabkan sebagian besar Tanah Air dalam keadaan tidak aman.
Anjuran Presiden Soekarno kembali ke UUD 1945 disampaikan kepada seluruh rakyat Indonesia pada 22 April 1959. Begitu antuasiasnya rakyat menyambut anjuran ini, hingga terjadi petisi dan demo-demo yang menyatakan dukungan di seluruh Tanah Air. Pokoknya selama lebih dari tiga bulan terjadi berbagai demo besar-besaran menuntut kembali ke UUD 45.
Hal-hal di ataslah yang mendasari terjadinya Dekrit Presiden. Dengan  Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959, Soekarno membubarkan  Badan Konstituante hasil Pemilu 1955 yang bertugas merancang UUD baru bagi Indonesia, penggantian UUD Sementara 1950  ke Undang-Undang Dasar 1945, dengan semboyan "Kembali ke UUD' 45". Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah dekrit yang dikeluarkan oleh Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno pada 5 Juli 1959. Isi dekrit ini adalah pembubaran Badan Konstituante hasil Pemilu 1955 dan penggantian undang-undang dasar dari UUD Sementara 1950 ke UUD '45.[2]
Jauh sebelum mengeluarkan dekritnya, sebenarnya Soekarno sering mengeluarkan pernyataan untuk kembali ke UUD 45, yang menurutnya, sejak 1950 telah kita khianati. ''Berilah bangsa kita satu demokrasi yang tidak jegal-jegalan. Sebab demokrasi yang membiarkan seribu macam tujuan bagi golongan atau perorangan akan menenggelamkan kepentingan nasional dalam arus malapeta.'' Ujar Soekarno yang menyatakan ketidak senangannya terhadap Demokrasi Liberal. Yang dikemukakan dalam pidato 17 Agustus 1957. Yang ia namakan 'Tahun Penentuan' (A Year of Decision). Setahun kemudian (1958) kritiknya makin pedas terhadap Demokrasi Liberal berdasarkan UUDS. Yang dinilai sebagai demokrasi dengan politik rongrong merongrong, rebut merebut, jegal menjegal dan fitnah memfitnah. Ia menamakan pidatonya itu sebagai 'Tahun Tantangan' (A Year of Challenge). Setelah kembali ke UUD 1945, pidato 17 Agustus 1959 dinamakan: 'Penemuan Kembali Revolusi Kita' (The Rediscovery Our Revolution). Yang dikukuhkan MPRS jadi Manipol.
Soekarno memperkuat tangan Angkatan Bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting., serta memulai periode yang dalam sejarah politik kita disebut sebagai "Demokrasi Terpimpin". Peristiwa ini sangat penting, bukan saja karena menandai berakhirnya eksperimen bangsa Indonesia dengan sistem demokrasi yang liberal, tetapi juga tindakan Soekarno tersebut memberikan landasan awal bagi sistem politik yang justru kemudian dibangun dan dikembangkan pada masa Orde Baru.
Setelah Demokrasi Terpimpin resmi digunakan melaui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Soekarno dengan hangat dan anggapan bahwa PKI mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara nasionalisme, agama (Islam) dan komunisme yang dinamakan NASAKOM.

BAB II
Perkembangan Demokrasi Terpimpin

  1. Soekarno dan Demokrasi Terpimpinnya
S
eperti diketahui, salah satu aspek yang penting dari Demokrasi Terpimpin adalah berpusatnya kekuasaan di tangan eksekutif (presiden) dan berkurangnya kekuasaan lembaga legislatif, atau DPR. Hal ini telah difasilitasi dengan kembalinya Indonesia kepada UUD '45. Bahkan, bentuk parlemen pun diubah dengan dicanangkannya suatu lembaga yang pada dasarnya memberikan tempat yang lebih besar untuk golongan-golongan "fungsional" dalam masyarakat, yang kemudian dikenal sebagai golongan "karya". Pada saat yang sama, tempat partai di dalam parlemen juga dibatasi, sebab menurut Soekarno politisi partai hanya mewakili kepentingan partainya, dan yang diperlukan adalah individu-individu yang dapat mewakili kepentingan "rakyat" atau yang depat menyuarakan "kepentingan nasional" yang sebenarnya.[3]
Pada akhir masa jabatannya, Soekarno semakin bergantung kepada sokongan tentara dan PKI (Partai Komunis Indonesia). Pada 30 November 1957, berlaku serangan bom tangan terhadap Soekarno ketika dia melawat sekolah di Jakarta. Enam kanak-kanak terbunuh dan Soekarno mengalami cedera parah. Pada Februari dia mulai bertindak terhadap pemberontak PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) di Bukittingi.
Pada tahun-tahun berikutnya, beliau menguatkuasakan kawalan kerajaan terhadap penerbitan buku dan media dan menekan penduduk etnik Cina. Pada 5 Julai 1959 dia menubuhkan semula perlembagaan 1945, membubarkan Parlimen, membentuknya kepada yang disukainya dan memegang kuasa penuh sebagai Perdana Menteri. Beliau menggelar sistemnya sebagai kerajaan-melalui-perintah Manifesto Politik atau Manipol. Beliau membuang daerah semua penentang politiknya.
Pada tahun 50-an, beliau mendekatkan Indonesia dengan Komunis China Communist China yang akhirnya menjemput lebih ramai komunis Communists dalam kerajaannya. Pada masa yang sama, beliau juga memperoleh bantuan ketenteraan daripada Soviet.
Penting juga untuk dicatat bahwa salah satu kekuatan pendukung utama upaya Soekarno untuk memberlakukan Demokrasi Terpimpin adalah Angkatan Darat. Mengapa Angkatan Darat mendukung upaya Soekarno? Jawabannya sebenarnya cukup sederhana. Ada persamaan nasib antara Soekarno dan tentara di dalam sistem demokrasi liberal yang mementingkan peranan partai dan parlemen, yakni keduanya tidak mempunyai akses yang langsung terhadap jalannya roda pemerintahan.
Dengan kata lain, di luar jatuh bangunnya kabinet dalam sistem liberal tahun 1950-an serta pemberontakan-pemberontakan di daerah, baik Soekarno dan Angkatan Darat mempunyai kepentingan nyata untuk membangun suatu sistem politik baru yang memberikan mereka kekuasaan yang lebih langsung. Bisa dikatakan Soekarno tidak puas sebagai presiden yang hanya bersifat figure-head, sedangkan Angkatan Darat telah berkembang menjadi kekuatan yang juga tidak puas dalam peranan hanya sebagai penjaga pertahanan dan keamanan belaka.[4]

  1. Dampak Demokrasi Terpimpin
Selama masa yang cukup panjang ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia pernah mencapai 7 persen. Inflasi yang di akhir Demokrasi Terpimpin mencapai 650 persen, secara berangsur ditekan, berkat bantuan luar negeri.
Dalam era ini dengan kondisi infrastruktur dan potensi keuangan yang amat sangat minim Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang rendah, rata-rata 3,70 persen setahun. Dengan angka pertumbuhan serendah itu selama 10 tahun sudah pasti tak banyak perubahan kehidupan masyarakat. Bagi orang tua hari ini yang sudah remaja dan dewasa pada periode tersebut dapat menuturkannya secara kualitatif. Misalnya, kondisi jalan dan jembatan tidak mengalami kemajuan. Irgirasi tidak bertambah sehingga petani hanya mengandalkan pengairan tradisional. Dalam hal politik, di 1955 Indonesia berhasil menyelenggarakan Pemilu pertama yang tercatat sebagai Pemilu sukses.
Selama masa Demokrasi Terpimpin, taraf hidup bangsa Indonesia secara rata-rata mengalami kemerosotan sekitar 0,45 persen per tahun. Secara kuantitatif dapat dibuat satu simulasi angka. Pada 1960 pendapatan per kapita Indonesia adalah US$ 107. Enam tahun kemudian pendapatan tersebut bukan meningkat melainkan merosot menjadi US$ 71. Dalam kehidupan nyata penurunan pendapatan per kapita dimaksud dapat disaksikan kondisi rakyat pada tahun 1965/1966. Kelaparan meluas di mana-mana. Masyarakat antri panjang untuk mendapatkan garam dan minyak tanah. Tidak ada Puskesmas. Penduduk desa yang sakit berobat kepada dukun dan meminta berkat ke pohon-pohom besar yang dianggap keramat.[5]
Kondisi jalan dari desa ke desa dan ke ibukota kecataman masih jalan tikus. Jembatan terbuat dari kayu dan jalan ke ibu kota kabupaten masih jalan tanah. Tidak ada kenderaan bermotor. Di banyak perdesaan penduduk menggunakan kuda sebagai alat transportasi. Daerah-daerah yang sudah relatif maju ada yang menggunakan sepeda dan sampan mengangkut hasil produksi ke pekan atau kota dan kebutuhan masyarakat dari kota ke desa. Rumah-rumah penduduk di kota kebanyakan menggunakan petromak dan lampu semprong. Di pedesaan kebanyakan masih menggunakan penerangan teplok tanpa semprong. Karena cuaca masih dingin rumah orang kaya desa yang terbuat dari papan biasanya tidak mempunyai ventilasi sehingga waktu bangun lubang hidung hitam. Bahkan ada yang menggunakan obor damar. Kalau ada sinetron yang melukiskan kehidupan ekonomi tahun 1960-an itu, mungkin bisa membuat bangsa Indonesia lebih bersyukur atas kondisi ekonomi yang ada sekarang.

BAB III
Jatuhnya Demokrasi Terpimpin

  1. Soekarno Demokrasi Terpimpin dan PKI
P
KI merupakan partai Stalinis yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Sovyet. Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Soekarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden - sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Soekarno menjalankan sistem "Demokrasi Terpimpin". PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.
Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah. PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezim Demokrasi Terpimpin dan, dengan persetujuan dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan Kelima" dengan mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini.
Dari tahun 1963, kepemimpinan PKI makin lama makin berusaha menghindari bentrokan-bentrokan antara aktivis massanya dan polisi dan militer. Pemimpin-pemimpin PKI mementingkan "kepentingan bersama" polisi dan "rakyat". Pemimpin PKI DN Aidit mengilhami slogan "Untuk Ketentraman Umum Bantu Polisi". Di bulan Agustus 1964, Aidit menganjurkan semua anggota PKI membersihkan diri dari "sikap-sikap sektarian" kepada angkatan bersenjata, mengimbau semua pengarang dan seniman sayap-kiri untuk membuat "massa tentara" subyek karya-karya mereka.
Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ratusan ribu petani bergerak merampas tanah dari para tuan tanah besar. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dan polisi dan para pemilik tanah. Untuk mencegah berkembangnya konfrontasi revolusioner itu, PKI mengimbau semua pendukungnya untuk mencegah pertentangan menggunakan kekerasan terhadap para pemilik tanah dan untuk meningkatkan kerjasama dengan unsur-unsur lain, termasuk angkatan bersenjata.
Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan minyak milik AS. Kepemimpinan PKI menjawab ini dengan memasuki pemerintahan dengan resmi. Pada waktu yang sama, jendral-jendral militer tingkat tinggi juga menjadi anggota kabinet.
Menteri-menteri PKI tidak hanya duduk di sebelah para petinggi militer di dalam kabinet Soekarno ini, tetapi mereka terus mendorong ilusi yang sangat berbahaya bahwa angkatan bersenjata adalah merupakan bagian dari revolusi demokratis "rakyat".
Aidit memberikan ceramah kepada siswa-siswa sekolah angkatan bersenjata di mana ia berbicara tentang "perasaan kebersamaan dan persatuan yang bertambah kuat setiap hari antara tentara Republik Indonesia dan unsur-unsur masyarakat Indonesia, termasuk para komunis".
Rezim Soekarno mengambil langkah terhadap para pekerja dengan melarang aksi-aksi mogok di industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan karena industri menurut mereka adalah milik pemerintahan NASAKOM.
Tidak lama PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk pembentukan rejim militer, menyatakan keperluan untuk pendirian "angkatan kelima" di dalam angkatan bersenjata, yang terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata. Bukannya memperjuangkan mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman militer yang sedang berkembang itu, kepemimpinan PKI malah berusaha untuk membatasi pergerakan massa yang makin mendalam ini dalam batas-batas hukum kapitalis negara. Mereka, depan jendral-jendral militer, berusaha menenangkan bahwa usul PKI akan memperkuat negara. Aidit menyatakan dalam laporan ke Komite Sentral PKI bahwa "NASAKOMisasi" angkatan bersenjata dapat dicapai dan mereka akan bekerjasama untuk menciptakan "angkatan kelima". Kepemimpinan PKI tetap berusaha menekan aspirasi revolusioner kaum buruh di Indonesia. Di bulan Mei 1965, Politbiro PKI masih mendorong ilusi bahwa aparatus militer dan negara sedang diubah untuk memecilkan aspek anti-rakyat dalam alat-alat negara.
2.      Gerakan 30 September
Pada 30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana (Cakrabirawa) yang loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol. Untung. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto kemudian mengadakan penumpasan terhadap gerakan tersebut.
Pada tanggal 1 Oktober 1965 Sukarno dan sekretaris jendral PKI Aidit menanggapi pembentukan Dewan Revolusioner oleh para "pemberontak" dengan berpindah ke Pangkalan Angkatan Udara Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan.
Pada tanggal 6 Oktober Sukarno mengimbau rakyat untuk menciptakan "persatuan nasional", yaitu persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya, dan penghentian kekerasan. Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera menganjurkan semua anggota dan organisasi-organisasi massa untuk mendukung "pemimpin revolusi Indonesia" dan tidak melawan angkatan bersenjata. Pernyataan ini dicetak ulang di koran CPA bernama "Tribune".[6]
Pada 30 September 1965,. PKI melakukan pemberontakan. Enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana (Cakrabirawa) yang loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol Untung. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto kemudian mengadakan penumpasan terhadap gerakan tersebut.
Lima bulan setelah itu, pada tanggal 11 Maret 1966, Soekarno memberi Suharto kekuasaan tak terbatas melalui Surat Perintah Sebelas Maret. Ia memerintah Suharto untuk mengambil "langkah-langkah yang sesuai" untuk mengembalikan ketenangan dan untuk melindungi keamanan pribadi dan wibawanya. Kekuatan tak terbatas ini pertama kali digunakan oleh Suharto untuk melarang PKI. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Soekarno dipertahankan sebagai presiden tituler diktatur militer itu sampai Maret 1967.
Masa itu kemudian beralih kepada masa pemerintahan Orde Baru tahun 1966, yang ditandai pelantikan secara resmi oleh MPR Jenderal Soeharto sebagai Presiden Indonesia menggantikan Soekarno. Awal permulaan masa ini membawa dan menumbuhkan harapan baru sistem demokrasi dan penegakan hukum setelah rakyat bersama mahasiswa dan pelajar secara bergelombang turun ke jalan menentang kesewenang-wenagan PKI. Rakyat dan pemerintah bekerjasama menjalankan pemerintahan yang demokratis dan menegakan hukum dengan semboyan "kembali ke UUD 1945 dengan murni dan konsekuen".

Kesimpulan
K
eismpulan yang dapat ditarik dari tulisan di atas yaitu bahwa Demokrasi Terpimpib muncul dikarenakan tidak berhasilnya Konstituante dalam membentuk Undang-Undang. Selain itu pemberontakan di berbagai daerah turut mendorong Soekarno untuk mengembalikan Indonsia pada UUD 1945.
Namun dalam perjalanannya, Demokrasi Terpimpin ala Soekarno sangat bersifat otoritarian. Segala keputusan ada di tangan Presiden tanpa ada yang boleh menentang. Pada masa itu andil PKI dalampembentukan sistem Demokrasi Terpimpin juga sangan dominan. Sehingga dengan merasa memiliki kekuatan yang cukup kuat, PKI melakukan kudeta terhadap pemerintahan Indonesia. Banyak korban yang jatuh dalam peristiwa yang disebut sebagai Gerakan 30 September itu.
Setelah peristiwa itu munculah Soeharto yang kemudian memberantas PKI, yang kemudian setelahnya ia diangkat menjadi Presiden Indonesia yang kedua. Pada masa itu kemudian dikenal dengan era Orde Baru.
Adapun bebeapa hal yang menyebabkan jatuhnya Demokrasi Terpimpin Soekarno antara lain :
1.      Sikap Soekarno yang terlau otoriter
2.      Tidak berfungsinya MPR sebagai lembaga perwakilan rakyat, sebab segala keputusan ada di tangan Presiden
3.      Dominasi PKI dalam Sistem Demokrasi Terpimpin yang sangat meresahkan, sebab ideologi PKI sangat bertentangan denngan Pancasila
4.      Kudeta yang dilakukan PKI terhadap pemerintahan Indonesia yang sah pada 30 September 1965



[1] Lihat : http://www.republika.co.id
[3] Dr Vedi R Hadiz (Staf pengajar pada Departemen Sosiologi Universitas Nasional Singapura).  Persatuan Nasional, Orde Lama, dan Orde Baru. Sumber: Kompas, 1 Juni 2001. http://www.kompas.co.id
[4] Lihat : Dr Vedi R Hadiz (Staf pengajar pada Departemen Sosiologi Universitas Nasional Singapura).  Persatuan Nasional, Orde Lama, dan Orde Baru. Sumber: Kompas, 1 Juni 2001. http://www.kompas.co.id
[5] Lihat : Bisnis - Tinjauan Ekonomi : Menyongsong 60 Tahun Indonesia Merdeka.
http ://waspada.co.id


0 komentar to "SPI - Sistim Demokrasi Terpimpin"

Posting Komentar

Pages

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Followers

Web hosting for webmasters