AGAMA ISLAM - Sistim Politik Islam


Pendahuluan

Sistem politik Islam merupakan sistem politik yang khas dan diyakini merupakan sistem politik yang unggul. Hal ini terkait dengan Islam itu sendiri. "Islam itu unggul dan tidak ada yang dapat mengunggulinya (Al Islâmu ya'lu wa lâ yu'la 'alaihi)," kata Nabi.
Berbicara tentang sistem politik berarti berbicara tentang proses, struktur, dan fungsi. Proses adalah pola-pola yang mengatur hubungan antar manusia satu sama lain. Struktur mencakup lembaga-lembaga formal dan informal seperti majelis umat, partai politik, khalifah, dan jaringan komunikasi. Adapun fungsi dalam sistem politik menyangkut pembuatan berbagai keputusan kebijakan yang mengikat alokasi nilai. Keputusan kebijakan ini diarahkan pada tercapainya kepentingan masyarakat. Proses, struktur, dan fungsi dalam sistem politik Islam semuanya berdasarkan pada ajaran Islam yang bersumber dari wahyu. Karena itu, sistem politik Islam, termasuk konsep kenegaraannya, menjadi sistem yang unggul karena bersumber dari Allah Swt., Zat Yang Mahaagung. Di antara keunggulan sistem politik Islam adalah:










BAB I.
istiqamah
Sistem politik Islam memiliki karakter istiqamah; artinya bersifat langgeng, kontinu, dan lestari di jalannya yang lurus. Dalam sistem demokrasi, misalnya, sistem politik bergantung pada kehendak manusia. Perubahan nilai dan inkonsistensi pun terjadi. Hal yang sama bisa berlaku untuk orang lain, tetapi tidak untuk negara tertentu. Misalnya, Iran tidak boleh memiliki nuklir, tetapi AS dan Israel tidak mengapa; setiap negara tidak boleh mencampuri urusan negara lain, kecuali AS dan sekutunya yang dapat menerapkan pre emptive. Sistem seperti ini tidaklah istiqamah. Betapa tidak; semuanya bergantung pada kehendak dan tolok ukur manusia yang senantiasa berubah-ubah, bahkan dapat saling bertolak belakang. Sekarang benar, nanti salah; atau sekarang terpuji lain waktu tercela.
Berbeda dengan itu, sistem politik Islam berdiri tegar tak lekang ditelan zaman. Ini karena sistem politik Islam bukan lahir dari logika dan kepentingan sesaat manusia, namun jalan lurus yang berasal dari Allah Swt. untuk kemaslahatan manusia. (Lihat: QS al-An'am [6]:153).
Dalam konteks kenegaraan, sistem politik Islam dibangun di atas landasan yang istiqamah, yakni: (a) kedaulatan ada di tangan syariah; (b) kekuasaan ada di tangan rakyat; (c) wajib hanya memiliki satu kepemimpinan dunia; dan (d) hanya khalifah yang berhak melegalisasi perundang-undangan dengan bersumber dari Islam berdasarkan ijtihad. Jika terdapat perselisihan di antara negara dengan rakyat atau antar pelaku politik maka harus dikembalikan tolok ukurnya kepada Allah dan Rasul; kepada al-Quran dan as-Sunnah. Inilah tolok ukur sekaligus landasan yang tetap, tidak berubah. Ini pulalah yang menjamin keistiqamahan sistem politik Islam.
Ø  Mewujudkan ketenteraman secara kontinu
Di antara fungsi sistem politik adalah mewujudkan ketenteraman. Setiap warga negara harus terjamin ketenteramannya. Tanpa ketenteraman, kehidupan tak akan nyaman. Ketenteraman merupakan syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat.
Islam sangat memperhatikan hal ini. Salah satu ajaran penting Islam adalah mewujudkan keamanan di tengah-tengah masyarakat. Sejarah menunjukkan bagaimana saat Islam diterapkan, warga negaranya, baik Muslim maupun non-Muslim, hidup dalam keamanan. Hal ini terwujud melalui pendekatan multidimensi. Pertama: sistem politik Islam mengaitkan aspek keamanan dengan aspek ruhiah. Rasul berkali-kali menegaskan bahwa di antara ciri Muslim yang baik adalah Muslim yang tetangganya selamat dari lisan dan tangannya. Bahkan, siapa saja yang menyakiti kafir zimmi diibaratkannya sebagai menyakiti beliau. Penjagaan keamanan dikaitkan dengan pahala dan siksa. Akibatnya, muncullah dorongan takwa dalam diri individu untuk senantiasa mewujudkan keamanan, baik bagi diri, masyarakat, maupun negara. Kekuatan internal inilah yang mengokohkan terwujudnya keamanan. Landasan ruhiah seperti ini tidak ditemukan pada sistem lain. Sistem selain Islam hanya menyandarkan aspek keamanan pada kepentingan.
Kedua: mengharuskan masyarakat untuk menjaga keamanan dan bersikap keras kepada perusak keamanan. Setiap kemungkaran yang ada, termasuk gangguan tehadap keamanan, diperintahkan untuk dihilangkan oleh siapapun yang melihatnya; baik dengan kekuatan, lisan, ataupun dengan hati melalui sikap penolakan. Bahkan, membiarkan kerusakan yang ada diumpakan Nabi saw. sebagai menenggelam-kan seluruh masyarakat. Masyarakat diibaratkan Rasul sebagai sekumpulan orang yang sedang menumpangi kapal di lautan. Jika sebagian mereka melakukan kejahatan dengan melobangi kapal tersebut tanpa dicegah, maka semua penumpangnya akan karam. Bahkan, mati mempertahankan keamanan harta, kehormatan, dan nyawa dari para perusak keamanan dipandang sebagai syahid. Hal demikian tidak dimiliki oleh sistem di luar Islam.
Ketiga: makna kebahagiaan yang khas. Allah Swt. telah menetapkan makna kebahagiaan adalah tercapainya ridha Allah. Berbagai limpahan materi hanyalah kepedihan jika jauh dari ridha Allah. Untuk apa memiliki kekuasaan jika digunakan untuk menjauhkan diri dan masyarakat dari ridha Allah. Walhasil, mafhûm kebahagiaan demikian mendorong setiap orang untuk mengejar ridha Allah dengan menaati-Nya. Salah satunya adalah memberikan keamanan bagi orang lain.
Keempat: menutup pintu kriminal. Salah satu pintu datangnya gangguan keamanan adalah tindak kriminal. Dalam konteks ini, Islam mencegahnya dengan jitu. Allah Swt. melarang tindak kriminal dengan motif apapun, termasuk untuk kepentingan politik. Sistem politik Islam tidak mengenal paham machiavelis (menghalalkan segala cara). Siapapun diharamkan mencuri, merampok, membunuh, merampok harta negara, korupsi, mengintimidasi rakyat, dll. Islam juga mengharamkan zina dan perkosaan. Tidak ada cerita dalam Islam yang mentoleransi menggunakan perempuan sebagai umpan dan modal dalam transaksi ekonomi maupun bargaining politik. Hal ini berbeda secara diametral dengan sistem politik sekular.
Penutupan pintu kriminal tersebut ditempuh dengan landasan ruhiah, dengan menanamkan mafhûm qanâ'ah dan ridha. Setiap orang menerima dan ridha terhadap rezeki yang diberikan Allah, sedikit ataupun banyak. Selain itu, sistem Islam memiliki seperangkat aturan yang menjamin pemenuhan kebutuhan pokok dan kebutuhan seksual. Nabi saw. mencontohkan bahwa kebutuhan pokok setiap warga dijamin oleh negara. Adapun pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersier diserahkan kepada produktivitas dan kemampuan masing-masing. Negara hanya memfasilitasi siapapun hingga memiliki peluang untuk mendapatkan sumberdaya informasi, dana, dan kesempatan. Ketika kondisi keamanan telah diciptakan, jaminan kebutuhan pokok pun dijamin, maka jika masih tetap ada pihak yang melakukan tindak kriminal, hukum Islam pun ditegakkan pada mereka. Hukum Islam menghasilkan efek jera. Siapa yang tidak akan jera dengan adanya aneka ragam jenis hukum seperti denda, penjara, pengasingan, cambuk, potong tangan, bahkan hukuman mati. Jelaslah, mulai dari keyakinan, kondisi sosial, dan hukum diatur oleh Islam untuk mencegah tindak kriminal. Silakan, telaah sistem sekular apakah punya sistem handal seperti Islam? Jawabannya: Tidak!
Selain melalui pendekatan keamanan, ketenteraman pun ditempuh melalui jaminan pemenuhan kebutuhan pokok secara kontinu dan sempurna. Sering alasan ketidakstabilan masyarakat adalah masalah ekonomi. Lagi-lagi, Rasulullah saw. mencontohkan jaminan kebutuhan pokok ini dilakukan secara kontinu dan sempurna. Masyarakat tenang dan tenteram karena ada jaminan terpenuhinya kebutuhan pokok individual (sandang, pangan, dan papan), serta kebutuhan pokok kolektif (pendidikan, keamanan, dan kesehatan).
Ketentraman akan terganggu ketika rasa keadilan terusik. Di situlah Islam menempatkan keadilan sebagai salah satu pilar ketakwaan. Bahkan, adil selalu merupakan syarat seseorang diterima kesaksian dan kelayakan penguasa. (Lihat: QS al-Maidah [5]:8).
Allah Pencipta alam memuji dan memerintahkan bersikap adil. Siapapun harus adil. Bukan sekadar sikap, Allah menjelaskan realitas bahwa semua orang dibawah payung Islam kedudukannya sama, tidak ada diskriminasi atas dasar suku, etnis, golongan, bahkan agama. Semua warga negara dalam sistem politik Islam berkedudukan sama. Betapa melekat dalam benak setiap Muslim penuturan Nabi saw. bahwa tidak ada kelebihan orang Arab atas non Arab, juga tidak ada kelebihan orang non-Arab atas Arab kecuali karena ketakwaannya. Pada saat Allah memerintahkan adil, dan saat yang sama manusia itu berkedudukan sama di sisi Allah, maka hanya ada satu pilihan: bersikap adil.
Di samping memerintahkan adil, Allah Swt. melarang kezaliman. Penggusuran tanah milik, perampasan hak, ataupun perlakuan sewenang-wenang merupakan sebagian penampakan kezaliman. Pelaku kezaliman tidak akan ditunjuki oleh Allah Swt. (Lihat: QS al-Jumuah: 5), dan di dunia dikenai sanksi hukum sesuai dengan kezaliman yang dilakukannya.
Lebih dari itu, hubungan antara rakyat dan penguasa dalam Islam harus didasarkan pada keadilan, bukan kezaliman. Rasulullah Saw. bersabda:

Tidak akan seorang pemimpin kaum Muslim mati dalam keadaan menipu rakyatnya, kecuali diharamkan baginya masuk surga. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Sesungguhnya pemimpin yang paling jahat adalah pemimpin yang lalim. Karena itu, janganlah kamu termasuk golongan mereka (HR al-Bukhari dan Muslim).

Terlihat, tegaknya keadilan dalam Islam lahir dari keyakinan akan perintah Allah Swt., pandangan kesejajaran manusia sesuai dengan realita, dan metode implementasinya berupa sanksi hukum bagi pelanggarnya. Tentu, sistem politik yang dibangun di atas landasan seperti ini merupakan sistem politik yang unggul.



BAB II
Menciptakan hubungan ideologis penguasa dengan rakyat.
Hubungan penguasa dengan rakyat dalam sistem politik Islam adalah hubungan ideologis. Kedua belah pihak saling berakad dalam baiat untuk menerapkan syariat Islam. Penguasa bertanggung jawab dalam penegakkannya. Sebaliknya, rakyat membantu penguasa sekuat tenaga, taat kepadanya, selama tidak menyimpang dari Islam. Berdasarkan hubungan ideologis inilah penguasa akan melakukan pengurusan (ri'âyah) terhadap umatnya melalui: (a) penerapan sistem Islam secara baik: (b) selalu memperhatikan kemajuan masyarakat di segala bidang; dan (c) melindungi rakyat dari ancaman. Nabi saw. bersabda (yang artinya): Sesungguhnya seorang imam (pemimpin) itu merupakan pelindung. Dia bersama pengikutnya memerangi orang kafir dan orang zalim serta memberi perlindungan kepada orang-orang Islam (HR al-Bukhari).
Pada sisi lain, rakyat tidaklah tinggal diam. Di pundak mereka terdapat kewajiban terhadap pemimpin dan negaranya sesuai dengan akad baiat. Karenanya, rakyat berperan untuk: (a) melaksanakan kebijakan penguasa yang sesuai dengan syariat demi kepentingan rakyat; (b) menjaga kelangsungan pemerintahan dan semua urusan secara syar'î (larangan keluar dari penguasa, perintah memerangi bughât, dsb); dan (c) memberikan masukan kepada penguasa; mengontrol dan mengoreksi penguasa. Dengan adanya hak sekaligus kewajiban warga negara untuk memberikan nasihat, pelurusan (tashîh), dan koreksi terhadap penguasa (muhâsabah al-hukkâm) akan terjamin penerapan sistem Islam secara baik di dalam negeri.
Merujuk pada hal tersebut, hubungan rakyat dengan penguasa dalam sistem politik Islam adalah hubungan antara sesama hamba Allah Swt. yang sama-sama menerapkan kewajibannya dalam fungsi yang berbeda. Hubungan antara keduanya merupakan hubungan sinergis, fokus, dan saling mengokohkan untuk penerapan syariah demi kemaslahatan rakyat. Sungguh, pemandangan demikian amat sulit ditemukan dalam sistem politik selain selain Islam.


BAB III
Mendorong kemajuan Terus-Menerus Dalam Pemikiran, Sains Teknologi, Dan Kesejahteraan Hidup
Sejarah telah membuktikan hal ini. Kemajuan sains, teknologi, dan pemikiran merupakan keniscayaan dalam Islam karena:
a. Islam mendorong umat untuk terus berpikir, merenung untuk menguatkan iman dan menambah pengetahuan tentang makhluk. Ada 43 ayat al-Quran yang memerintahkan berpikir.
b. Melebihkan ulama daripada orang jahil (Lihat: QS al-Mujadilah: 11).
c. Allah telah menundukkan alam untuk manusia agar diambil manfaatnya. Realitas ini mengharuskan umat untuk mengkaji alam itu. Artinya, realitas menuntut umat untuk mengembangkan sains dan teknologi.
d. Islam mendorong inovasi dan penemuan. Dalam masalah jihad, misalnya, Rasulullah saw. mengembangkan persenjataan dabâbah saat itu. Kini, berarti umat harus mengungguli sains dan teknologi negara besar. Begitu juga ijtihad; harus terus dikembangkan. Betapa tidak, banyak sekali perkara baru bermunculan, padahal dulu belum dibahas oleh para ulama.
Bukan hanya itu, kemajuan ekonomi pun akan tercapai karena: a) ada konsep kepemilikan dan pengelolaannya secara jelas; b) kewajiban ri'âyah mengharuskan adanya perhatian secara terus menerus atas urusan dan kemajuan; c) perlindungan terhadap milik pribadi dan pemanfaatannya dalam batas syariat; dan d) adanya pengumpulan harta untuk kaum miskin dan lemah. Konsekuensi dari hal ini bukanlah sebatas dana menetes ke bawah (tricle down effect), melainkan menggelontor ke segala penjuru. Hal ini berbeda dengan sistem Kapitalisme yang membiarkan manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus).



Kesimpulan
Ringkasnya, sistem politik Islam unggul dalam segi: (1) landasan ruhiahnya, yakni pada hubungan dengan Allah Swt. yang mengatur kehidupan; (2) metodenya, yakni hubungan sinergis, fokus, dan kokoh antara rakyat dan penguasa, keterlibatan rakyat; (3) arahnya, yakni penerapan syariat bagi kemaslahatan rakyat; (4) solusinya, yaitu dengan sistem tasharruf dan sanksinya, (5) sistemnya yang mengatur berbagai proses, struktur, dan fungsi; (6) mekanismenya, yakni inputnya memperhatikan aspirasi rakyat berdasarkan frame syariah, prosesnya berupa hukum-hukum syariah, dan output-nya berbentuk penerapan syariah dan kesatuan umat dalam Khilafah demi kemaslahatan rakyat. Wallâhu a'lam.



0 komentar to "AGAMA ISLAM - Sistim Politik Islam"

Posting Komentar

Pages

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Followers

Web hosting for webmasters