ETIKA PEMERINTAHAN - etika kepemimpinan aparat yang ideal


Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupa­kan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghin­dari hal-hal tindakan yang buruk.Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
Istilah lain yang iden­tik dengan etika, yaitu:
  •  Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su).
  •  Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
Macam-macam Etika
Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia disebut etis, ialah manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai­-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika (Keraf: 1991: 23), sebagai berikut:


Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Da-pat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertin­dak secara etis.
Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang da­pat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan meng­hindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat diklasifikasikan menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut:
  • Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia.
  • Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik buruknya perilaku manusia dalam kehi­dupan bersama. Definisi tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena adanya ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih bersifat sosiologik.
  •  Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap perilaku manusia. Dalam hal ini tidak perlu menunjukkan adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan dan merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat informatif, direktif dan reflektif. 

Dari akar kata “pimpin” kita mengenal kata “pemimpin” dan “kepemimpinan”. Dalam Ensiklopedi Umum, halaman 549 kata “kepemimpinan” ditafsirkan sebagai hubungan yang erat antara seorang dan sekelompok manusia karena adanya kepentingan bersama; hubungan Itu ditandai oleh tingkah laku yang tertuju dan terbimbing dari manusla yang seorang itu. Manusia atau orang ini biasanya disebut yang memimpin atau pemimpin, sedangkan kelompok manusia yang mengikutinya disebut yang dipimpin.
Paradigma kepemimpinan merupakan sesuatu yang sangat dinamis. Masalahnya selalu hidup dan aktual untuk dikaji dari generasi ke generasi. Akhir-akhir ini Indonesia misalnya di era kepemimpinan pasangan Susilo Bambang Yudoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) mencanangkan pola kepemimpinan yang mengarah kepada kepemerintahan yang baik yang dikenal dengan istilah Good Governance. Seluruh anggota .Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) diarahkan kepada tiga agenda utama dalam masa jabatannya. Mereka bertekad mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokrasi, serta mewujudkan kesejahteraan yang melimpah dan merata (peace, justice, democracy and prosperity). Kebijakan yang mulia ini tentu saja membutuhkan landasan moral dan etik kepemimpinan yang baik.
Moral dan Etika sebagai Landasan Utama
Kepemerintahan yang baik (good governance) butuh landasan yang kuat. Mungkin nilai itu berasal dari revitalisasi nilai-nilai yang telah ada atau dari hasil harmonisasi nilai yang telah ada dengan nilai global yang saat ini melanda dunia termasuk Indonesia. Yang terpenting adalah memandang etika dan moral atau akhlaqul karimah sebagai tonggak yang dapat menopang tegaknya Bangsa dan Negara Indonesia. Pepatah Arab yang cukup terkenal di Indonesia mengatakan “Innamal umamu akhlaqu maa baqiat fain humu jahabat akhlaquhum jahabu” Artinya suatu umat akan kuat karena berpegang teguh pada moralitas yang ada, namun apabila moral diabaikan maka tunggulah kehancuran umat tersebut. Untuk itulah kita perlu menyadari bahwa krisis yang melanda Bangsa Indonesia saat ini (krisis keuangan, krisis pangan, krisis minyak, dan krisis lainnya) tidak terlepas dengan kemerosotan moral dan etika kepemimpinan di Negara kita.
Kasus penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan di Lembaga Yudikatif telah menghancurkan harapan Bangsa Indonesia untuk menegakkan supremasi hukum dan keadilan. Demikian pula kasus penyelewengan dan suap di lembaga legislative telah memusnahkan impian rakyat Indonesia yang telah menunjuk wakilnya dalam memperjuangkan kesejahteraan bersama. Dan masih banyak lagi fenomena yang menunjukkan bahwa rapuhnya moral dan etika kehidupan berbangsa dan bernegara yang menjadi penyebab terbesar dari krisis multidimensional di Indonesia saat ini.
Sekarang pertanyaannya adalah apa yang menjadi penyebab moral dan etika itu tidak fungsional. Jawabannya adalah selama ini pembangunan yang digalakkan lebih banyak ditekankan dan terfokus pada upaya mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang maksimal. Sementara aspek moralitas dan etika yang berdasarkan nilai – nilai keagamaan seolah – olah terabaikan oleh penentu kebijakan untuk dimasukkan dalam proses dan implementasi pembangunan. Perlu diingat bahwa pembangunan tanpa dilandasi moral dan etika sudah barang tentu akan berdampak munculnya individu dan kelompok yang tidak sehat secara psikologis dan sosial.
Pemimpin yang Ideal
Bangsa Indonesia seyogyanya menyadari bahwasanya kepemimpinan dan kepemerintahan yang baik akan mampu menyelesaikan permasalahan bangsa secara konkrit. Dalam hal ini alternatif kepemimpinan yang dapat membantu mewujudkan kepemerintahan yang baik adalah kepemimpinan yang visioner sekaligus memiliki moral dan etika kepemimpinan yang baik pula.
Pemimpin yang visioner adalah pemimpin yang memiliki kompetensi untuk mewujudkan visi organisasi secara bersama-sama dengan sumber daya manusia (SDM) yang dipimpinnya. Seorang pimpinan yang memiliki kemampuan rethingking future. Pimpinan yang mampu menggerakkan seluruh potensi yang dimiliki organisasi kearah masa depan yang lebih cemerlang. Pimpinan yang berpenampilan menggetarkan dan penuh kewibawaan sehingga mampu membangun semangat setiap pribadi untuk ikut ambil bagian dalam mewujudkan cita - cita bangsa. Pimpinan yang tidak hanya menguasai permasalahan yang dihadapi oleh bangsa., tetapi juga memiliki semangat membara untuk bersama – sama menyelasaikan masalah secara cepat dan tepat (high commitment and high abstraction).
Setiap pemimpin dalam kepemerintahan yang baik seyogyanya menumbuhkan semangat yang kuat untuk memimpin dirinya sendiri sebelum memimpin bangsanya. Seorang pemimpin harus beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar dapat tampil sebagai pemimpin sejati. Pemimpin yang dapat dipercaya, jujur, patuh, disiplin, taat azas, mampu berkomunikasi secara efektif, tegas dan tekun menegakkan kebenaran sehingga mampu mengalahkan musuh bangsa.
Sebagai bangsa yang mayoritas beragama Islam tentu sangat efektif jika di masa datang mencontoh dan meneladani kepemimpinan Rasulullah Muhammad SAW dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan Pancasila, seorang pemimpin bisa mengaktualisasikan kempimpinan Pancasila dalam seluruh aspek kehidupan terlebih dalam mengharmonisasikannya dengan nilai global untuk menghadapi dan menyelesaikan krisis yang multidimensi saat ini.
Moral pemimpin yang bersumber pada Pancasila terutama dan terpenting adalah “moral ketaqwaan”. Pemimpin yang bermoral ketaqwaan dalam memimpin bangsa pasti mampu mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance). Ketaqwaan yang dimiliki seorang pemimpin mendorong mereka taat dan patuh serta konsisten menjadikan agama yang dianutnya sebagai point of reversence dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya . Moral ketaqwaan melahirkan seorang pemimpin yang mampu menghargai pekerjaan orang lain, mengakui             kemampuan orang yang dipimpin dan menghormati mereka sebagai abdi Negara yang sama – sama beribadah mencari ridla Allah SWT.
Moral ketaqwaan mampu mendorong seoran pemimpin bersikap transparan, keterbukaan dalam melaksanakan amanah yang diembannya. Dalam proses penetapan kebijakan memberikan kesempatan orang yang dipimpin memberikan kontribusi dalam agenda setting. Manfaatnya rakyat menjadi individu yang aspiratif dan responsive. Sementara pimpinan menjadi fasilitator yang penuh dedikatif dan responsif akomodatif terhadap kepentingan orang yang dipimpinnya.
Demikian pula halnya dengan etika yang merupakan refleksi dari moral ketaqwaan yang bersumber dari Pancasila. Etika yang berhimpitan dengan “moral ketaqwaan” mampu melahirkan pemimpin yang sadar akan keterbatasan kekuasaannya. Mengakui dan mendukung adanya keterbatasan penggunaan kekuasaan pasti akan mencetak pimpinan yang mampu menghindari penyalahgunaan kewenangan. Pemimpin yang secara sadar menghindari terjadinya pemerintahan otoriteristik dan kekuasaan absolute . Etika yang berlandaskan ketaqwaan akan menghasilkan gaya kepimipinan responsive – akomodatif – yang menyatu dengan gaya kepemimpinan proaktif- ekstraktif sehingga pemimpin menjadi berwibawa dan dipatuhi.
Dengan moral dan etika kepemimpinan yang berlandaskan “ketaqwaan “ akan terbentuk komitmen atau rasa tanggung jawab seorang pemimpin untuk mewujudkan tugas pokok dan fungsinya serta peranannya ke dalam perilaku yang mempercepat tercapainya tujuan mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa (clean government) dan kepemerintahan yang baik (good governance).


0 komentar to "ETIKA PEMERINTAHAN - etika kepemimpinan aparat yang ideal"

Posting Komentar

Pages

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Followers

Web hosting for webmasters