ANALISIS FUNGSI MENAJEMEN DAN ORGANISASI


A).  DEVINISI MENAJEMEN
Secara sederhana menajemen dapat di devinisikan sebagai sebagai suatu ilmu dan seni untuk mencapai suatu tujuan melalui kegiatan orang lain. Devinisi ini merupakan hal pokok yang perlu di hayati.  Dapat di uraiakan sebagai berikut.
-          Pertama: pencapaian tujuan. Yaitu bagaimana seorang menejer mengelolah suatu aktivitas umytuk mencapai tujuan dan sasaran, dan bukan sekedar memimpim suatub akltivitas.
-          Kedua: melaui orang lain. Dalm suatu aktivitas menajeman berhubungan dengan pekerjaan orang lain, yaiytu bawahan yang perlu adanya pengarahan dan koordinasi, walaupun seorang menejer mempunyai keahlian dan lebih cepat melakukannya. Dalam pengertian lain seorang menajer lebih banyak mempunyai kepentingan atas pencapaian tujuan dan sasaran yang telah di tetapkan.

B). FUNGSI MENAJEMEN
Secara umum fungsi menajemen adalah
  1. perencanaan (planig)
  2. pengorganisasian (staffing)
  3. pengarahan (direction)
  4. pengawasan (controlling)
di bawah ini di uraikan lima fungsi menajemen secara umum

1. Perencenaan (planing)
Perencenaan merupakan penentuan dari apayang harys dilakukan dan bagaimana melakukannya.maksunya seorang manajerial harus memberisumber poensial yang menghasilkan keuntungan dan merencenakan bagaimana cara untuk merealisasikan.
Perencenaan dapat di bagi menjadi 2 yaitu :
-          perencanaan jangka panjang adalah suatu perencanaan untuk jangka waktu yang lama, yakni lebih dari 1 tahun, atau lebih dari 5 tahun, bahkan bisa lebih dari 10 tahun.
-          Perencenaan jangka pendek merupakan perencanaan dalam waktu yang singkat, yakni 1 hari, 1 bulan, 1 tahun, atau 2 tahun, pada praktejknya batasan maksimum sampai 3 tahun.

2. Pengorganisasian (organising)
Organisasi dapat diartikan sebagai sebagai kegiatan yang terkoordinasi darisekelompok orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah di tetapkan di bawah kekuasaan dan kepemimpinan seseorang.
Bila di uraikan devinisi organisasi di atas adalah
-          Suatu keguiatan yang terkoordinasi. maksudnya adalah organisasi terdiri dari beberapa akivitas dan saling berghubungan.
-          Sekelompok orang. Maksudnya adalah adnya sekelompok orang yangmelaksanakan aktivitas – aktivitas tersebut.
-          Bekerja sama untuk mencapi tujuan dan sasaran. Maksudnya adalah suatu organisasi terbentuk berdsarkan hubungan atasan dan bawahan. Sehinggasuatu organisasi dipimpin oleh searang pemimpin dan mempunyai kekuasan dan wewenang.

3. Penyelenggaraan staf (staffing)
Penyelenggaraan staf merupakan fungsi material yang menyangkut pengadaan dan penempatan orang - orang yang mempunyai syarat untuk tugas ertentu didalam organisasi yang telah dirancang sebelumnya. Penyelenggaraan staf lebih di kenal dengan nama menajemen personalia. Jelasnya tugas – tugas personalia adalah menetapkan analisa jabatan, mwenarik karyawan, melatih, menempatkannya, memberi kompensasi yang adil dan merata, memotivasi karyawan dan sebagaimana.dalam pelaksanaan tugasnya di bantu oleh personalia, sedangkan tanggung jawab dasar mengenai pengembangan manejerial dan penyelenggaraan staf ada pada tiap – tiap manejer itu sendiri.

4. Pengarahan (directing)
Pengarahan lebih dikenal dengan supervisi, yakni menyangkut motivasi dan bimbingan kepada bawahan sesuai denngan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Maka seorang atasan harus mempunyai pengetahuan mengenai teknik – teknik supervisiyang lebih efektif dan mempergunakannay agardapat meningkatkan prestasi kerja bawahannya.
Dari analisa dan penyelidikan psikologi manusia bahwa ada beberapa prinsip yang dapat memacu motivasi kerja karyawan yaitu
-          Bila mereka mengetahui apa yang diharapkan darui mereka.
-          Jika mereka bangga mendapat training dan mempunyai pengetahuan mengenai pekerjaan yang mereka lakukan.
-          Jika mempunyai wewenang yang dilimpahkan kepadanya dan mereka akan mengembangkansejumlah tanggung jawab sesuai wewenang yang di limpahkan.

5. Pengendalian (controlling)
Pengendalian merupakan pengawasan daripelaksanaan suatu rencana yang telah ditetapkan. Pengendalian juga untuk mendorong penyesuaian pelaksanaan dari rencana agar tidak terjadi deviasi (penyimpangan yang cukup besar.        
Suatu pengaendalian akan berjalan dengan baik, jika dapat memenihi empat tahap dasar dalam sistem pengendalian, yaitu :
-          Harus ada suatu rencana.
-          Harus diadakan perekaman dari pelaksanaan sebelumnya.
-          Harus ada evaluasi antara rencana dan rea;isasi.
-           Dada tindakan korekyif jika terjadi deviasi (penyimpangan) diluar batas kontrol.

C).  ORGANISASI
Organisasi formal dapat didevinisikan sebagai suatu sistem kegiatan yang terkoordinasi dan dibentuk dari beberapa orang atau kelompok untuk mencapai tujuan dibawah suatu kepermimpinan dan kekuasaan.
Organisasi formal merupakan suatu organisasi yang direncanakan pembentukannya dan biasanya ditujukan pada suatu badan/struktur organisasi serta diuraikan dalam buku petunjuk organisasi.

1. Desain organisasi
Dalam mendesain suatu organisasi dapatr dilakukan dengan dua cara, yaitu :
-          Pertama, dilakukan mulai dari aas ke bawah yaitu mempunyai tujuan khusus diman tujuan tujuan ini merupakan dasar dasar akan terbentuknya departemen – departemen yang bervungsi sebagai sarana untuk mencapai tujuan.
-          Kedua, yaitu dimana inti aktivitasd organisasi atau teknologi inti yang akan dipergunakan harus ditetapakan terklabi dahulu.

2. Proses Desain Organisasi
Dalam mendesain suatu organisasi baru dan sebekum atau bersamaan melaksanakan salah satu teori diatas, maka harus ada pengertian mendalam tentang tujuan dan sasaran dari perusahaan serta sifat usaha yang akan dilakukan. Sebagai contoh perusahan cabang dan cabang-cabangnya,perusahaan industri, jasa dsb. Langkah berikutnya adalah menentukan fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai tujuan, dan langkah terakhir adalah menguraikan pekerjaan-pekerjaan yang nantinya akan diisi,.

3. Prinsip – prinsip organisasi
Prinsip – prinsip organisasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
-          Funsi-fungsi yang melekat pada organisasi
-          Aktifitas organisasi
-          Bentuk dasar organisasi
Penyusunan aktivitas-aktivitas beserta hubungannya dapat disebut sebagai fungsi-fungsi stuktural, secara garis besar ajkan dijeleskan sebagai berikut :

1. Wewenang
Adalah aspek kunci dari setiap kedudukan menajerial atau dapat juga dikatakan hak melakukan sesuatu atau memerintah orang lain  untuk melakukan sesuatu.
Ada 3 sumber wewenang yang harus dimiliki pimpinan :
-          Mempunyai wewenang hukum yang dilimpahkan.
-          Mempunyai karakteristik pribadi, seperti pengetahuan teknis atau suatu kepribadian yang berkharisma.
-          Mendapat persetujuan dari orang yang dipimpin.
2. Kekuasaan
Sering kita temui kekusaan dan wewenang namun keduanya mempunyai arti yang nerbeda, wewenang adalah hak untuk melakukan sesuatu, sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk melakukan hak tersebut.
3. tanggung jawab
Adalah kewajiban untuk melakukan sesuatu dan melibatkan perasaan seseorang tentang tugas yang harus dilaksanakan. Secara luas dapat didevinisikan sebagai suatu kewajiban atau aktivitas yang ditugaskan kepada seseorang dimana dia harus melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.
4. akuntabilitas
Akuntabilitas sama dengan halnya tanggung jawab yang tidak dapat dilimpahkan. Akuntabilitas adalah faktor diluar individu dan perasaan pribadinya.



5. komunikasi
Dengan perencanaan sistem komunikasi yang baik suatu organisasi, maka diharapkan dapat meningkakan efisiensi yang menyeluruh.perencanaa terprosedur denga rapi, akan mengurangi kesalahan aliran informasi.
6. hubungan lini dan staf
Hal ini berhubungan dengan wewenang, wewenang staf adalah memberikan bantuan dan nasihat atau pendapat tetapi tidak memberikan perintah.
7. rentang kendali atau pengawasan (span of control)
Adalah beberapa orang jumlah bawahan yang dapat dikendalikan secara efektif olehseorang menejer atau pemimpin.
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan jenjang pengendalian, yaitu :
-          Tingkat didalam organisasi
-          Tipe permasalahan yang dihadapi
-          Kemanapun orang-orang yang yerlibat
-          Kemauan pengawas untuk melimpahkan wewenang.
8. struktur datar dan tinggi
Bentuk pola struktur datar yang mempunyai rentang kendali melebar atau mempunyai beawahan banyak. Sedangkanstruktur organisasi tinggi mempunyai rentang kendali sempit dan mempunyai bawahan sedikit.
9. sentralisasi dan desentralisasi
Sentralisasi adalah wewenang dipegang atau dipusatkan pada satu orang dalam suatu organisasi. Sedangkan desentralisasi adalah wewenang dilimpahkan atau didelegasikan meluas dalam suiatu organisasi.
10. rantai wewnang saklar
Disebur juga rantai perintah adalah penentuan posisi-posisi dan tugas-tugas atau tingkat wewenang dalam kegiatan organisasi yang dibagi dalam beberapa kelompok berdasarkan fungsi, produk, wilayah, dan sebagainya, serta adanya ketergantungan diantaranya yang harus diintegrasikan.
11. kesatuan perintah
Tujuan utamanya adalah untuk memudahkan koordinasi, sehingga setiap bawahan hanya menerima intruksi dari satu sumber.




4. pengelompokan aktivitas
Pengelompokan dilakukan berdasarkan fungsi-fungsi atau aktivitas yang homogen. Dalam suatu kelompok terdiri atas beberapa departemen yang mempunyai tugas utama dan fungsi sekunder yang berkaitan. Beberapa dasar umum untuk pengelompokan aktivitas, yaitu :
a. fungsi
pendekatan fungsi merupakan dasar  yang paling umum dalam pengelompokan aktivitas.
-          Proses. Pada umumnya pendekatan prosese merupakan fungsi sekunder dalam organisasi manufakturing untuk pengelompokan aktivitas. Misalnya proses melapisi, melembutkan, penyulingan.
-          Peralatan. Pendekatan dalam pengelompokan berdasarkan peralatan seperti dengan pendekatan proses. Misalnya mesin bor, mesin bubut, mesin skrap dan sebagainya.
b. wilayah
pendekatan wilayah pada umumnya digunakan pada perusahaan perbankan , perdagangan, jasa dan sebagainya.
c. produk
menajemen perusahaan dapat mengelompokan aktifitas - aktifitas berdasarkan produk sebagai fungsi utama sehungga dengan mengkombinasikan pendekatan produk dan pendekatan fungsi  akan memungkinkan peningkatan efisiensi.

5. strukur organisasi
Bentuk struktur organisasi yang ideal hampir dikatakan tidak ada, tetapi struktur organisasi yang ideal adalah didesain sesuai dengan tujuan dan sasaran organisasi serta tingkat teknologi yang dipergunakan.
Dibawah ini akan dibahas struktur organisasi berdasarkan departementasi, struktur modern dan organisasi informal.
a. departementasi (fungsional, produk, wilayah)
Pembahasan pembentukan struktur organisasi berdasarkan departementasi akan dibagi 3 bagian.
1.      fungsional
paling banyak dipergunakan, khususnya pada perusahaan-perusahaan menengah kebawah. Kata lain dari struktur organisasi fungsional adalah struktur organisasi lini dan staf.
-          organisasi lini
organisasi lini merupakan bentuk organisasi yang paling sederhana. Ciri organisasi lini ini adalah jabatan-jabatan yang tercantum didalam organisasi terletak pada satu garis vertikal.
-          organisasi staf
tipe organisasi ini tidak pernah sukses dalam penerapannya, karena timbul sikap enggan untuk merasa beranggung jawab pada atasan lainnya dan sulit untuk memecahkan masalah yang timbul dalam urutan produksi pada area dan spesialis yang lain.
2.      departementasi produk
3.      departementasi wilayah
b. organisasi modern (proyek, matriks)
banyak para kalangan teoritis mengembangkan berbagai bentuk organisasi ataupun mengkombinasikan berbagai bentuk organisasi yang sudah ada.
  1. organisasi proyek
organisasi proyek merupakan organisasi yang dibentuk untuk beberapa waktu tertentu atau selama jangka waktu proyek, setelah proyek selesai maka tim dibubarkan.
-          Organisasi produk individual
-          Organisasi proyek staf
-          Organisasi proyek intermix
-          Organisasi proyek agregat
  1. organisasi matriks
penggabungan organisasi proyek degan organisasi fungsional disebut sebagai organisasi matriks. Disetiap organisasi matriks pada suatu proyek , tim terdiri dari ahli-ahli dari bermacam-macam departemen fungsional sesuai dengan keahlian yang diperlukan dan orang-orang yang ditugaskan dalam tim proyek dapat bekerja sama dengan kelompok tersebut dalam beberapa bulasn atau tahun.
-          Organisasai informal
-          Buku petunjuk organisasi

Read more


KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN - Devinisi Kepemimpinan


PENGERTIAN KEPEMIMPINAN

Keberhasilan maupun kegagalan dari suatu organisasi, apakah perusahaan, lembaga pemerintah, rumah sakit, ataupun organisasi sosial lainnya, akan selalu dikaitkan dengan pemimpin dari organisasi dimaksud. Dengan kata lain, kepemimpinan merupakan unsur kunci dalam menentukan efektivitas maupun tingkat produktifitas suatu organisasi.
Kepemimpinan berasal dari kata "Pimpin" yang berarti tuntun, bina atau bimbing. Pimpin dapat pula berarti menunjukan jalan yang baik atau benar, tetapi dapat pula berarti mengepalai pekerjaan atau kegiatan. Dengan demikian, kepemimpinan adalah hal yang berhubungan dengan proses menggerakkan, memberikan tuntutan, binaan dan bimbingan, menunjukkan jalan, memberi keteladanan, mengambil resiko, mempengaruhi dan meyakinkan pihak lain, mengarahkan dan masih banyak lagi artinya :
Pengertian kepemimpinan adalah Suatu proses mempengaruhi aktivitas orag lain atau sekelompok orang untuk bekerjasama mencapai tujuan tertentu. Banyak definisi kepemimpinan yang dikemukakan para ahli, beberapa diantarnya dapat dikemukakan sebagai berikut:

  1. Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ordway Tead (dalam Kartini Kartono, 1994:49)
  2. Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok. George R. Terry (dalam Kartini Kartono, 1994:49)
  3. Kepemimpinan adalah suatu inisiatif untuk bertidak yang menghasilkan suatu pola yang konsisten dalam rangka mencari jalan pemecahan dari suatu persoalan bersama. K.Hemphill (dalam M. Thoha, 1996:227)
  4. Kepemimpinan adalah bentuk dominasi didasari kemauan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain unuk berbuat sesuatu, berdasarkan akseptasi atau penerimaan oleh kelompoknya dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi khusus. Prof. Kimball Young (dalam Kartini Kartono, 1994:50)
  5. Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk  mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24).
  6. Kepemimpinan adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7).
  7. Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling, 1984, 46).
  8. Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti (penuh arti kepemimpinan) pada kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan (Jacobs & Jacques, 1990, 281).
  9. Kepemimpinan adalah kemampuan seni atau tehnik untuk membuat sebuah kelompok atau orang mengikuti dan menaati segala keinginannya.

Read more


HUKUM TATA LAKSANA - KPK VS POLRI

BAB I
Latar belakang
Langkah tersulit dalam upaya demokratisasi adalah menjalankan perilaku demokrasi mulai dari diri sendiri. Apalagi bagi masyarakat Indonesia yang baru kembali melangkah ke demokrasi sembilan tahun silam, setelah selama 32 tahun terkungkung dalam penjara besi sistem otoriter Orde Baru. Kita memang membutuhkan waktu tidak seperti membalikkan telapak tangan. Terlebih feodalisme juga masih kental dalam masyarakat kita.
Dari sikap-sikap demokratis yang dijalankan oleh setiap individu itulah nantinya menjadi sebuah koloni besar yang kuat dalam berdemokrasi. Kita tidak bisa berharap banyak demokrasi akan tumbuh subur bila masyarakat sendiri tidak mau berdemokrasi dalam dirinya sendiri. Lembaga-lembaga demokrasi yang kita bangun sejak Reformasi 1998 hanyalah sebuah prosedur demokrasi yang pertumbuhannya akan semakin baik bila dipupuki oleh perilaku demokratis dari setiap individu.
Salah satu perilaku demokrasi yang paling penting adalah menaati peraturan hukum yang berlaku. Apa pun bentuk produk hukum, suka atau tidak suka, masyarakat harus mematuhinya. Demokrasi tanpa penegakan hukum hanya melahirkan anarkisme. Sifat-sifat destruktif inilah yang harus kita hindari. Bukan hanya menimbulkan kekacauan dan merugikan masyarakat luas, anarkisme juga kian menjauhkan kita dari upaya-upaya demokratisasi
Makanya Sebagai masyarakat demokratis yang taat hukum masyarakat Indonesia juga sangat mendambakan keadilan yang merata bagi semua kalangan tanpa ada pengecualian hak dan kewajiban di mata hukum baik yang miskin dan kaya. Oleh karena itu pemerintah Indonesia memiliki lembaga hukum yang berfungsi mengatur serta menjalankan proses hukum di Indonesia sesuai konstitusi yang ada. Namun dengan semakin berjalannya waktu tindak pelanggaran hukum tidak terkendali dalam hal ini meningkatnya kasus KKN (korupsi koluusi dan nepotisme) namun anehnya yang melanggar tersebut adalah aparat pemerintah sendiri bahkan sampai aparat pengegak hukum tersebut yang merupakan pemegang kendali dan tanggung jawab dalam proses penegakan hukum yang ada di Indonesia. Oleh karena itu pada tahun 2003 presidan Republik Indonesia Susilo Bambang Yudoyono membentuk suatu komisi yang yang khusus menangani masalah korupsi yang terjadi di Indonesia.
Komisi Pemberantasan Korupsi atau disingkat menjadi KPK adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan pembentukan KPK ini secara tidak langsung bahwa kinerja penegak hukum yang ada di Indonesia tidak berjalan maksimal.
Setelah berjalan beberapa waktu KPK membuktikan eksistensinya dalam proses penegakan subremasi hukum khususnya dalam menangani kasus korupsi dengan berhasil i mengungkap kasus korupsi baik yang ada di indonesia, namun belakangan ini muncul satu masalah yang mengaitkan antara KPK itu sendiri dan Lembaga penegak hukum yakni POLRI saat ini masih menjadi buah bibir dari semua kalangan masyarakat Indonesia karena merupakan suatu hal mengherankan dimana masing-masing sebagai lembaga penegak hukum malah saling menjatuhkan satu sama lain.

BAB II
ISU HUKUM
Dalam kasus yang melibatkan antara lembaga penegak hukum PORLI dan Komisi pemberantas korupsi ini adalah dimana beredar isu di kalangan masyrakat luas bahwa adanya skenario "menghabisi" Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nampaknya bukan sekadar isapan jempol. Tanda-tanda pembenaran isu itu sedikit-demi sedikit mulai nampak. Setelah ketua KPK Antasari Azhar tergilas kasus pembunuhan, atas tuduhan menyalahgunakan kekuasaannya untuk memaksa orang melakukan sesuatu. Akhirnya mabes Polri secara resmi menahan Chandra dan Bibit setelah keduanya menjalani wajib lapor, Salah satu alasan penahanan adalah keduanya sering menggelar jumpa pers. Dengan melakukan konferensi pers yang di duga ebes porli dapat menggiring opini publik. Dan dapat melarikan diri atau bias saja menghilangkan barang bukti.
Bibit dan Chandra ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan. Mereka diduga telah menyalahgunakan kewenangannya saat mencekal bos PT Masaro Radiocom Anggoro Widjojo dan mencabut cekal bos PT Era Giat Prima Joko Soegiarto Tjandra. Bibit dan Chandra disangka pasal 23 UU Nomor 31 Tahun 1999, juncto UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto pasal 421 KUHP, dan pasal 12 huruf e juncto pasal 15 UU Nomor 31 Tahun 1999. "Hukuman minimal satu tahun maksimal enam tahun.
Penetepan kedua pejabat KPK sebagai tersangka sebenarnya sudah banyak diperkirakan. Dan kondisi ini mengundang banyak keprihatinan dari masyarakat. Sejauh ini dukungan terhadap KPK memang masih terus mengalir. Dengan terjadi banyak demonstrasi dimana mana yang di lakukan para aktivis anti korupsi, mahasiswa, kaum professional bahkan sampai anak-anak turut mendukung KPK sebaliknya PORLI tidak kekurangan dukungan di buktikan dengan aksi-aksi maysarakat yang mendukung PORLI walau aksi dukungan ini tidak sebanyak yang mendukung KPK.
Campur tangan Presiden memang diharapkan sebagai bentuk campur tangan hukum. Tetapi, Presiden diharapkan bisa memilah, mengapa kepentingan oknum kecil itu dibiarkan begitu saja, Dengan bergulirnya waktu akhirnya sidang dengan mendengarkan bukti rekaman yang di laksanakan di MK (mahkamah konstitusi) di laksanakan dengan di saksikan oleh seluruh masyarakat Indonesia karena di siarkan secara live oleh beberapa stasiun TV. Pada sidang itu masyarakat Indonesia begitu di gemparkan dengan di putarnya rekaman pembicaraan antara beberapa orang yang di duga sebagai petinggi mabes porli dan kejaksaan dengan seoarang pengusaha yang dalam pembicaraan nya mengatur untuk merekayasa agar KPK menjadi lembaga yang patut di salahkan.








BAB III
PEMBAHASAN
Perseteruan KPK dengan Polri masih terus berlangsung, Masyarakat sebagai penonton setia dibuat bingung pada setiap adegan dalam drama ini. Kadang-kadang saling serang, disaat lain bertahan. Satu saat saling kejar-mengejar. Lain waktu nampak adem ayem.
Kisah berseterunya dua lembaga negara yang sama-sama punya tugas melindungi dan melayani masyarakat ini diawali dengan terbunuhnya direktur PRB yang melibatkan Antasari Azhar yang saat itu menjabat sebagai ketua KPK sebagai tersangka. Kemudian ‘drama’ berlanjut dengan tuduhan pemerasan dan penyalahgunaan wewenang oleh pimpinan KPK yang berbuntut pada penahanan dan penetapan sebagai tersangka oleh Polri.
KPK yang semula terkesan diam mulai balik angkat bicara bahwa itu semua adalah rekayasa. Serta menyatakan bahwa ada petinggi Polri terlibat kasus Bank Century. Kemudian munculnya rekaman hasil sadapan KPK yang melibatkan banyak aktor disana termasuk petinggi Polri. Dan terakhir adalah pengakuan mengejutkan dari Wiliardi Wizard bahwa kasus Antasari adalah rekayasa.
Jika diamati dari kacamata saya sebagai seorang kaumbiasa maka seolah kita sedang menyaksikan drama kartun Tom and Jerry. Keduanya saling kejar mengejar. Saling serang menyerang. Saling pukul memukul. Kadang Tom mengejar namun satu saat Jerry membalas mengejar. Akan tetapi sebenarnya keduanya saling membutuhkan tatkala berhadapan dengan musuh bersama yang harus dihadapi bersama.
Apabila ditelaah lebih lanjut sebenarnya ada hal yang dapat dikatakan tumpang tindih dalam kewenangan namun sebenarnya itu adalah dalam rangka saling melengkapi keduanya. KPK berwenang menindak dan mengusut serta menerima laporan terkait kasus korupsi. Dalam struktur Polri juga ada bidang atau bagian yang bertugas dan kewenangan pada hal yang sama, yakni mengusut dan menindak kasus korupsi.
Dikatakan tumpang tindih bisa juga, karena masyarakat selalu bingung jika menemukan kasus korupsi akan lapor kemana. Akan tetapi sebenarnya ini merupakan hal saling melengkapi bahwa KPK belum/tidak punya ‘kaki’ sampai tingkat daerah, sementara Polri punya. Sehingga pada kasus-kasus korupsi level lokal dapat dilaporkan pada kepolisian. Namun yang belum jelas adalah bahwa pembagian peran itu.
Jika dan hanya jika tugas dan wewenang penanganan kasus korupsi ada pada KPK, maka Polri ketika menerima laporan masyarakat seharusnya meneruskan pada KPK. Nah, SOP (Standar Operasional Prosedur) ini yang belum ada. Penyamaan persepsi dan prosedur itu mutlak dilakukan, sehingga akan terjalin kerjasama yang manis keduanya dalam menghadapi ancaman musuh yakni koruptor yang merongrong kedaulatan negara. Layaknya Tom and Jerry ketika menghadapi musuh yang mengancam ‘kedaulatan’ tempat mereka bermain. Inilah sekedar analisis seorang kaum biasa tentang ‘perseteruan’ KPK vs Polri akhir-akhir ini.
Berawal dari ditahannya mantan Ketua KPK Antasari Azhar atas dugaan pembunuhan Dirut PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen. Kemudian merembet pada tudingan penyalahgunaan wewenang (Pasal 23 UU Korupsi jo Pasal 421 KUHP), serta pemerasan (Pasal 12 huruf e jo Pasal 15 UU Korupsi) yang dilakukan Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto.
Melalui testimoninya Antasari sempat membuat kontrovesi dan panas telinga para pimpinan KPK panas. Pasalnya dalam testimoni yang merupakan hasil pertemuan Antasari dengan bos PT Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo di Singapura ini disebut-sebut ada pejabat KPK yang menerima uang dari Anggoro. Namun Antasari tidak menyebutkan secara gamblang siapa pejabat KPK yang menerima uang dari Anggoro.
Sampai akhirnya terkuak dalam Laporan Kepolisian Antasari bahwa yang diduga menerima uang itu adalah Chandra dan Bibit. Tapi, karena penyerahannya tidak dilakukan secara langsung, melainkan melalui perantara, Polisi tidak dapat menemukan bukti penyerahan uang itu kepada Chandra dan Bibit. Yang ditemukan penyidik Direktorat III Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri hanyalah bukti tanda terima uang sebanyak Rp5,1 miliar oleh Ary Muladi. Meski demikian, penyidik tetap bersikeras mencari benang merah aliran uang itu. Baik, dengan tetap memakai keterangan Ary dalam Berita Acara Pemeriksaannya (BAP) tanggal 15 Juni 2009 yang sudah dicabut, maupun dengan menghubung-hubungkan dugaan pemerasan tersebut dengan pencekalan yang dilakukan terhadap Anggoro.
Tengok saja, dalam dua kali rapat di Komisi III DPR. Meski mengaku penyidik tidak memilki bukti aliran uang itu berlabuh ke dalam kocek Chandra-Bibit, Kapolri Bambang Hendarso Danuri (BHD) tetap kekeuh bukti penyidik miliki cukup kuat untuk menyeret Chandra-Bibit ke meja hijau. Bahkan, dengan panjang lebarnya, BHD menguraikan motif dan modus pemerasan yang dilakukan Chandra-Bibit. Sampai-sampai nama MS Kaban pun ikut dikait-kaitkan dalam penjelasan itu.
MS Kaban, dinilai BHD memiliki kedekatan emosional dengan Chandra. Sehingga, agar dugaan korupsi terhadap MS Kaban tidak dapat diproses KPK, Anggoro sengaja dicekal. Karena pencekalan itu hanya ditandatangani satu pimpinan KPK di bidang penindakan saja, BHD menganggapnya sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang. Yang mana, berlanjut pada dugaan pemerasan terhadap Anggoro.
Tapi tidak serta merta dapat diterima Komisi III DPR. Pimpinan rapat, Benny K Harman, ketika itu malah sempat mengingatkan, jangan-jangan nama kedua pimpinan KPK ini hanya dicatut. Selain karena penyidik tidak memiliki bukti penyerahan uang itu, juga karena Anggoro tidak pernah berhubungan langsung dengan Chandra-Bibit.
Tapi, BHD dengan yakinnya menyatakan, “Adanya aliran dana ke J (diduga Jasin) Rp1 miliar, lalu ke BS (Bibit) Rp1,5 Miliar, Mr.X di Pasar Festival Rp250 juta, pada CH (Chandra) Rp1 Miliar dan pada penyidik yang diketahui tempat duduknya Rp400 juta. Ini dana yang mengalir”. Dan itu dapat dibuktikan dengan adanya karcis parkir, rekaman CCTV, dan hubungan telepon antara Ary dengan pejabat-pejabat KPK itu. “Ada Call Data Record-nya (CDR) dan (bukti) saat mobil-mobilnya ada di Bellagio dan Pasar Festival. Tanggalnya jelas, kapan masuk di Bellagio-nya sebanyak 3 kali (Juli-Agustus). Pasar Festival, (Maret-Mei) ada 5 kali. Kemudian, hubungan telepon jelas, ada yang 229 kali, 94 kali, 27 kali, 313 kali, 88 kali, dan 16 kali”.
Sayang, bukti-bukti ini tidak jadi terungkap karena kasus Chandra-Bibit tidak jadi dibawa ke pengadilan. Terkuaknya percakapan Anggodo dengan sejumlah pejabat Kejaksaan Agung dan Mabes Polri, membuat masyarakat dan sejumlah kalangan menduga ada rekayasa di balik penanganan kasus Chandra-Bibit. Dan hal ini memicu masyarakat dan para pendukung Chandra-Bibit untuk mendesak Presiden membentuk tim verifikasi. Dan hasil rekomendasi tim yang diketuai Adnan Buyung Nasution itu menunjukan bahwa tidak cukup bukti untuk melanjutkan kasus Chandra-Bibit.
Menanggapi hasil rekomendasi ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun berpendapat sebaiknya kasus Chandra-Bibit ini tidak dibawa ke pengadilan, karena mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat. Kemudian, terkait dengan bergentayangannya makelar kasus atau mafia perkara di tiga institusi penegak hukum, Polri, Kejaksaan, dan KPK, Presiden menginstruksikan agar dilakukan penertiban.
Walau Presiden sudah memberikan arahan untuk tidak membawa kasus Chandra-Bibit ini ke pengadilan, Polri tetap bersikeras melengkapi petunjuk penuntut umum. Namun, tak lama setelah berkas Chandra-Bibit dinyatakan P21 (lengkap secara formil dan materil), penuntut umum mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP).
Dan setelah itu, Polri melakukan mutasi dan promosi terhadap sejumlah Perwira Tinggi (Pati) dan Perwira Menengah (Pamen). Yang salah satunya adalah Kabareskrim Susno Duaji. Jenderal bintang tiga ini dimutasikan menjadi Pati Mabes Polri, atau lebih dikenal dengan istilah Pati non-job. Jabatan Kabareskrim diisi oleh Kepala Koordinator Staf Ahli Kapolri, Ito Sumardi.





BAB IV
• Kesimpulan
Menurut saya kesimpulan yang dapat di tarik dari permasalahan yang telah di bahas di atas adalah sebagai penegak hukum dalam hal ini POLRI dan KPK komisi pemberantas korupsi seharusnya bisa menjaga kredibilitasnya sebagai penegak hukum yang professional dimata masyarakat, namun saat ini malah benbanding terbalik dengan kenyataan dimana para penegak hukum khususnya PORLI di mata masyarakat sudah tidak mendapat kepercayaan yang penuh karena bukan rahasia umum lagi kalau saat ini hukum di Indonesia dapat di beli dan cenderung hanya memihak pada oknum yang berduit atau pun yang berpangkat. Sehingga dalam kasus yang sering di sebut dengan cicak versus buaya ini masyarakat luas lebih memilih untuk mendukung KPK di bandinkan PORLI dengan melihat segala kejangalan dan bukti-bukti yang ada. Apa pun hasil dari kasus ini saya mengharapkan agar yang benar bias jadi pemenang dan yang kalah harus mendapatkan hukuman yang setimpal sesuai dengan konstitusi.

• Saran/kritik
Saran saya sebagai penulis semoga semua masalah yang terjadi di Negara kita ini, khusunya masalah KKN dan masalah perseteruan antara KPK dan PORLI dapat segera terselesaikan, serta mendapatkan solusi yang terbaik untuk kedua belah pihak demi kelangsungan penegakan hukum di Negara kita yang tecinta ini,

Read more


Hubungan pemerintahan pusat dan daerah - Penyerahan urusan kepada daerah untuk menyelenggarakan rumah tangganya sendiri.


Otonomi sama dengan Desentralisasi yaitu pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu struktur organisasi.
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang menitikberatkan pada daerah Kabupaten/Kota sesuai Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, maka setiap daerah diberikan kewenangan untuk mengatur daerahnya sendiri sesuai dengan kondisi wilayahnya masing. Dampak diberlakukannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 serta Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000, tentang Otonomi dan Kewenangan Daerah, cukup luas terhadap penataan kelembagaan maupun penataan personil, dimana kewenangan sepenuhnya diberikan kepada daerah. Untuk menciptakan kelembagaan pemerintah daerah otonom perlu diisi oleh SDM yang kemampuannya tidak diragukan, sehingga merit system perlu dipraktekkan dalam pembinaan SDM di daerah.
Pada sistem pemerintahan yang terbaru tidak lagi banyak menerapkan sistem sentralisasi, melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang memberikan sebagian wewenang yang tadinya harus diputuskan pada pemerintah pusat kini dapat di putuskan di tingkat pemerintah daerah atau pemda. Kelebihan sistem ini adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat.
 Dengan di keluarkannya UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dan UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah.  Maka dengan itu berarti telah memindahkan sebagian besar ke-wenangan yang tadinya berada di pemerintah pusat diserahkan kepada daerah otonom, sehingga daerah mampu mengatur, mengurus dan mengelolah kepentingan dan aspirasi masyarakatnya sendiri. Sehingga Daerah secara bertahap akan berupaya untuk mandiri dan melepaskan diri dari ketergantungan kepada Pusat. Pemerintah daerah otonom juga dapat lebih cepat dalam merespon tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Karena kewenangan membuat kebijakan (perda) sepenuhnya menjadi wewenang daerah otonom, maka dengan otonomi daerah pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas. Sehingga Daerah mampu mengatur, mengurus dan mengelolah kepentingan dan aspirasi masyarakatnya sendiri. Dengan demikian Daerah secara bertahap akan berupaya untuk mandiri dan melepaskan diri dari ketergantungan kepada Pusat.
 Otonomi dalam arti nyata, bertanggung jawab dan dinamis. Otonomi nyata artinya disesuaikan dengan faktor-faktor tertentu yang hidup dan berkembang secara obyektif didaerah, otonomi bertanggungjawab artinya selaras, sejalan dengan tujuan yaitu melancarkan pembangunan, sedangkan otonomi yang dinamis artinya dapat memberi dorongan lebih baik dan maju atas segala kegiatan pemerintahan. (Sarundajang dalam Riant Nugroho 1999: 47). Fenomena ini sangat menarik karena lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sesungguhnya merupakan suatu jawaban dari ketidakpuasan daerah-daerah atas perlakuan pemerintah pusat, yang tidak memberikan ruang gerak kepada daerah untuk melakukan prakarsa sendiri dalam mengatur pemerintahan daerah.
adanya kesetaraan hubungan antara Pusat dan Daerah, dimana Daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan, kebutuhan dan aspirasi masyarakatnya. Aspirasi dan kepentingan Daerah akan mendapatkan perhatian dalam setiap pengambilan kebijakan oleh Pusat. Sehingga masyarakat dapat merasakan kesejahteraan diberbagai bidang mulai dari bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, pedidikan, dan kesehatan, yang selama ini selalu bergantung pada pemerintah pusat.
Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah sangat tergantung pada kemampuan keuangan daerah (PAD), sumber daya manusia yang dimiliki daerah, serta kemampuan daerah untuk mengembangkan segenap potensi yang ada di daerah otonom. Terpusatnya SDM berkualitas di kota-kota besar dapat didistribusikan ke daerah seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, karena kegiatan pembangunan akan bergeser dari pusat ke daerah.
Yang perlu dikedepankan oleh pemerintah daerah adalah bagaimana pemerintah daerah mampu membangun kelembagaan daerah yang kondusif, sehingga dapat mendesain standard Pelayanan Publik yang mudah, murah dan cepat.

Read more


ETIKA PEMERINTAHAN - etika kepemimpinan aparat yang ideal


Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupa­kan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghin­dari hal-hal tindakan yang buruk.Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
Istilah lain yang iden­tik dengan etika, yaitu:
  •  Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su).
  •  Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
Macam-macam Etika
Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia disebut etis, ialah manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai­-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika (Keraf: 1991: 23), sebagai berikut:


Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Da-pat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertin­dak secara etis.
Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang da­pat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan meng­hindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat diklasifikasikan menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut:
  • Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia.
  • Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik buruknya perilaku manusia dalam kehi­dupan bersama. Definisi tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena adanya ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih bersifat sosiologik.
  •  Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap perilaku manusia. Dalam hal ini tidak perlu menunjukkan adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan dan merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat informatif, direktif dan reflektif. 

Dari akar kata “pimpin” kita mengenal kata “pemimpin” dan “kepemimpinan”. Dalam Ensiklopedi Umum, halaman 549 kata “kepemimpinan” ditafsirkan sebagai hubungan yang erat antara seorang dan sekelompok manusia karena adanya kepentingan bersama; hubungan Itu ditandai oleh tingkah laku yang tertuju dan terbimbing dari manusla yang seorang itu. Manusia atau orang ini biasanya disebut yang memimpin atau pemimpin, sedangkan kelompok manusia yang mengikutinya disebut yang dipimpin.
Paradigma kepemimpinan merupakan sesuatu yang sangat dinamis. Masalahnya selalu hidup dan aktual untuk dikaji dari generasi ke generasi. Akhir-akhir ini Indonesia misalnya di era kepemimpinan pasangan Susilo Bambang Yudoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) mencanangkan pola kepemimpinan yang mengarah kepada kepemerintahan yang baik yang dikenal dengan istilah Good Governance. Seluruh anggota .Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) diarahkan kepada tiga agenda utama dalam masa jabatannya. Mereka bertekad mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokrasi, serta mewujudkan kesejahteraan yang melimpah dan merata (peace, justice, democracy and prosperity). Kebijakan yang mulia ini tentu saja membutuhkan landasan moral dan etik kepemimpinan yang baik.
Moral dan Etika sebagai Landasan Utama
Kepemerintahan yang baik (good governance) butuh landasan yang kuat. Mungkin nilai itu berasal dari revitalisasi nilai-nilai yang telah ada atau dari hasil harmonisasi nilai yang telah ada dengan nilai global yang saat ini melanda dunia termasuk Indonesia. Yang terpenting adalah memandang etika dan moral atau akhlaqul karimah sebagai tonggak yang dapat menopang tegaknya Bangsa dan Negara Indonesia. Pepatah Arab yang cukup terkenal di Indonesia mengatakan “Innamal umamu akhlaqu maa baqiat fain humu jahabat akhlaquhum jahabu” Artinya suatu umat akan kuat karena berpegang teguh pada moralitas yang ada, namun apabila moral diabaikan maka tunggulah kehancuran umat tersebut. Untuk itulah kita perlu menyadari bahwa krisis yang melanda Bangsa Indonesia saat ini (krisis keuangan, krisis pangan, krisis minyak, dan krisis lainnya) tidak terlepas dengan kemerosotan moral dan etika kepemimpinan di Negara kita.
Kasus penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan di Lembaga Yudikatif telah menghancurkan harapan Bangsa Indonesia untuk menegakkan supremasi hukum dan keadilan. Demikian pula kasus penyelewengan dan suap di lembaga legislative telah memusnahkan impian rakyat Indonesia yang telah menunjuk wakilnya dalam memperjuangkan kesejahteraan bersama. Dan masih banyak lagi fenomena yang menunjukkan bahwa rapuhnya moral dan etika kehidupan berbangsa dan bernegara yang menjadi penyebab terbesar dari krisis multidimensional di Indonesia saat ini.
Sekarang pertanyaannya adalah apa yang menjadi penyebab moral dan etika itu tidak fungsional. Jawabannya adalah selama ini pembangunan yang digalakkan lebih banyak ditekankan dan terfokus pada upaya mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang maksimal. Sementara aspek moralitas dan etika yang berdasarkan nilai – nilai keagamaan seolah – olah terabaikan oleh penentu kebijakan untuk dimasukkan dalam proses dan implementasi pembangunan. Perlu diingat bahwa pembangunan tanpa dilandasi moral dan etika sudah barang tentu akan berdampak munculnya individu dan kelompok yang tidak sehat secara psikologis dan sosial.
Pemimpin yang Ideal
Bangsa Indonesia seyogyanya menyadari bahwasanya kepemimpinan dan kepemerintahan yang baik akan mampu menyelesaikan permasalahan bangsa secara konkrit. Dalam hal ini alternatif kepemimpinan yang dapat membantu mewujudkan kepemerintahan yang baik adalah kepemimpinan yang visioner sekaligus memiliki moral dan etika kepemimpinan yang baik pula.
Pemimpin yang visioner adalah pemimpin yang memiliki kompetensi untuk mewujudkan visi organisasi secara bersama-sama dengan sumber daya manusia (SDM) yang dipimpinnya. Seorang pimpinan yang memiliki kemampuan rethingking future. Pimpinan yang mampu menggerakkan seluruh potensi yang dimiliki organisasi kearah masa depan yang lebih cemerlang. Pimpinan yang berpenampilan menggetarkan dan penuh kewibawaan sehingga mampu membangun semangat setiap pribadi untuk ikut ambil bagian dalam mewujudkan cita - cita bangsa. Pimpinan yang tidak hanya menguasai permasalahan yang dihadapi oleh bangsa., tetapi juga memiliki semangat membara untuk bersama – sama menyelasaikan masalah secara cepat dan tepat (high commitment and high abstraction).
Setiap pemimpin dalam kepemerintahan yang baik seyogyanya menumbuhkan semangat yang kuat untuk memimpin dirinya sendiri sebelum memimpin bangsanya. Seorang pemimpin harus beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar dapat tampil sebagai pemimpin sejati. Pemimpin yang dapat dipercaya, jujur, patuh, disiplin, taat azas, mampu berkomunikasi secara efektif, tegas dan tekun menegakkan kebenaran sehingga mampu mengalahkan musuh bangsa.
Sebagai bangsa yang mayoritas beragama Islam tentu sangat efektif jika di masa datang mencontoh dan meneladani kepemimpinan Rasulullah Muhammad SAW dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan Pancasila, seorang pemimpin bisa mengaktualisasikan kempimpinan Pancasila dalam seluruh aspek kehidupan terlebih dalam mengharmonisasikannya dengan nilai global untuk menghadapi dan menyelesaikan krisis yang multidimensi saat ini.
Moral pemimpin yang bersumber pada Pancasila terutama dan terpenting adalah “moral ketaqwaan”. Pemimpin yang bermoral ketaqwaan dalam memimpin bangsa pasti mampu mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance). Ketaqwaan yang dimiliki seorang pemimpin mendorong mereka taat dan patuh serta konsisten menjadikan agama yang dianutnya sebagai point of reversence dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya . Moral ketaqwaan melahirkan seorang pemimpin yang mampu menghargai pekerjaan orang lain, mengakui             kemampuan orang yang dipimpin dan menghormati mereka sebagai abdi Negara yang sama – sama beribadah mencari ridla Allah SWT.
Moral ketaqwaan mampu mendorong seoran pemimpin bersikap transparan, keterbukaan dalam melaksanakan amanah yang diembannya. Dalam proses penetapan kebijakan memberikan kesempatan orang yang dipimpin memberikan kontribusi dalam agenda setting. Manfaatnya rakyat menjadi individu yang aspiratif dan responsive. Sementara pimpinan menjadi fasilitator yang penuh dedikatif dan responsif akomodatif terhadap kepentingan orang yang dipimpinnya.
Demikian pula halnya dengan etika yang merupakan refleksi dari moral ketaqwaan yang bersumber dari Pancasila. Etika yang berhimpitan dengan “moral ketaqwaan” mampu melahirkan pemimpin yang sadar akan keterbatasan kekuasaannya. Mengakui dan mendukung adanya keterbatasan penggunaan kekuasaan pasti akan mencetak pimpinan yang mampu menghindari penyalahgunaan kewenangan. Pemimpin yang secara sadar menghindari terjadinya pemerintahan otoriteristik dan kekuasaan absolute . Etika yang berlandaskan ketaqwaan akan menghasilkan gaya kepimipinan responsive – akomodatif – yang menyatu dengan gaya kepemimpinan proaktif- ekstraktif sehingga pemimpin menjadi berwibawa dan dipatuhi.
Dengan moral dan etika kepemimpinan yang berlandaskan “ketaqwaan “ akan terbentuk komitmen atau rasa tanggung jawab seorang pemimpin untuk mewujudkan tugas pokok dan fungsinya serta peranannya ke dalam perilaku yang mempercepat tercapainya tujuan mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa (clean government) dan kepemerintahan yang baik (good governance).

Read more


BIROKRASI - Ciri birokrasi pada awal reforrmasi


Keruntuhan rezim Soeharto (orde baru) pada tahun 1998 diyakini akan membawa kebaikan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sumbatan-sumbatan demokrasi diharapkan bisa terbuka, yang memberikan kesempatan besar bagi rakyat untuk menyuarakan hak-haknya. Hak-hak tersebutlah yang selama ini telah diredam oleh rezim Orde Baru yang otoriter dan sentralistik, melalui pemandulan demokrasi keterwakilan selama lebih 32 tahun lamanya. Garis emosi dan tanggung jawab yang menghubungkan rakyat dan para wakilnya menjadi kabur dan bahkan putus sehingga suara-suara rakyat menjadi bias, sebaliknya yang tampak adalah garis tegas antara wakil rakyat dan eksekutif.
 
Sebagai akibatnya, produk-produk kebijakan publik dan program pembangunan yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga demokrasi pada masa rezim orde baru tidak lain suara dari para wakil rakyat (legislatif) dibawah kontrol dan untuk kepentingan lembaga eksekutif (birokrasi), militer, presiden dan kroni-kroninya. Kekuatan eksekutif birokrasi menjadi representasi kekuatan negara (state) sebagai agen kapitalisme global. Implikasinya, strategi pertumbuhan ekonomi yang dilakukan rejim Orde Baru dengan prinsip trickle down effect atau ‘menetes kebawah’ justru mengalirkan hasil pembangunan itu ke periuk rejim Orde Baru sendiri. Runtuhnya kedaulatan rakyat ini diperparah dengan intervensi rejim internasional seperti IMF, Bank Dunia dan WTO di akhir masa berkuasa rejim Orde Baru. Rakyat yang sudah tertindas oleh represi politik pun menjadi lebih tertindas secara ekonomi-politik.
 
Namun demikian, harapan dan prasangka yang akan membawa indonesia ke arah yang lebih baik atas runtuhnya rejim Orde Baru yang dinyatakan sebagai era reformasi pada tahun 1998 tersebut kayaknya belum sepenuhnya tercapai. Segala sumbatan-sumbatan demokrasi memang sudah terbuka, namun tidak begitu memberi manfaat bagi masyarakat indonesia. Demokrasi pada kondisi kemiskinan, keserakahan dan kerakusan menjadi alat yang strategis untuk memilih mana yang menguntungkan dan mana yang tidak bagi rakyat. Adalah benar adanya bahwa era reformasi sampai dengan 2008 telah menghasilkan beberapa terobosan politik (yang sekaligus mungkin sebagai kecerobohan politik), praktek-prakteknya antara lain adalah:

  1. Kebijakan multi partai.
  2. Otonomi daerah.
  3. Amandamen terhadap UUD 1945 naskah asli.
  4. Pemilihan Umum langsung oleh rakyat seperti pada pemilu tahun 2004.
  5. Posisi DPR semakin kuat di depan eksekutif.
  6. Dewan Perwakilan Daerah dibentuk sebagai pengganti Utusan Daerah.
  7. MPR bukan lagi menjadi lembaga tertinggi negara.
  8. DPA dibubarkan.
  9. Munculnya calon independen dan
  10. Kebebasan media/pers.
  11. dibentuknya KPK (komisi pemberantasan korupsi).

Ditinjau dari fenomena tersebut, maka perubahan struktur dan fungsi politik bisa dikatakan berubah secara mendasar. Tetapi aspek budaya dan tradisi politik belum tentu berubah. Hal ini bisa dilihat dari :

a)      Orientasi politik yang muncul adalah orientasi terhadap kekuasaan, sebaliknya bukan pada orientasi kerakyatan dan kebangsaan. Sebagai contoh gamblang adalah perpecahan partai politik yang diikuti dengan pendirian partai politik baru, pengerahan money politics untuk memenangkan pemilu dan munculnya pragmatisme atau kepentingan sesaat demi mendapatkan keuntungan individu dan partai. Pragmatisme ini pada akhirnya hanya akan mengorbankan kedaulatan rakyat.

b)      Orientasi mikro dibandingkan makro. Wacana dan persaingan politk berorientasi mikro masih berkutat pada persoalan sirkulasi elit politik, seperti politik dan deal-deal ‘dagang sapi’, kedekatan politik, rekruitmen dan juga money politics. Dalam hal ini kebijakan multi partai justru memunculkan partai-partai yang didirikan untuk kepentingan tokoh-tokohnya semata; kebijakan politik untuk memunculkan calon perseorangan, ketika fungsi partai politik sebagai suara kedaulatan rakyat tidak berjalan. Dengan demikian, kebijakan ini sangat rentan dan mengancam kedaulatan rakyat. Hal ini bisa dibuktikan dengan munculnya calon perseorangan-elitis yang tidak mencerminkan pilihan rakyat di beberapa momentum politik, dengan tetap mengandalkan kekuatan politik uang. Sementara orientasi makro yang berfokus pada tujuan yang lebih besar, seperti negara, struktur ekonomi-politik, struktur sosial, penjajahan bentuk baru (neokolonialisme-imperialisme) dan kedaulatan negara justru dinomorduakan.

c)      Implementasi otonomi daerah yang cenderung memecah belah dan menciptakan konfllik-konflik horizontal. Situasi ini secara ekonomi politik mencerminkan praktek-praktek liberalisme dan relasi patron-klien yang menyertainya menguatkan kembali feodalisme di penjuru negeri ini.

d)     Prioritas kedaulatan negara (state) di atas kedaulatan rakyat, padahal praktek negara ini tidak mencerminkan kedaulatan rakyat sebagai dasar dari segalanya. Sehingga pada akhirnya, negara menjadi perpanjangan kelompok tertentu: kepentingan penguasa, intervensi penjajah-penjajah baru via intervensi negara pemilik kapital dan lembaga-lembaga internasional dan tak lupa para pemilik modal.

Semenjak reformasi bergulir, gaung reformasi birokrasi telah menjadi agenda bersama dalam mengatasi krisis saat itu, namun justru reformasi birokrasi masih tertinggal jauh dibandingkan dengan reformasi politik dan reformasi perundang-undangan.
era reformasi, politisasi birokrasi pemerintahan di Indonesia saat ini cenderung menghasilkan oligarki, yaitu kekuasaan berada ditangan sejumlah kecil orang pada puncak partai-partai politik yang berkuasa. Namun, ada indikasi bahwa partai-partai politik yang berkuasa cukup aktif untuk merebut dan meraup sumber-sumber dana dari birokrasi kita.
Pemilu tahun 2004 yang mengantarkan SBY – JK sebagai Presiden saat ini, boleh dibilang kebaradaan PNS dalam menyalurkan aspirasi politiknya cukup netral, meskipun ada upaya yang dilakukan oleh panguasa saat itu untuk memanfaatkan PNS sebagai basis dalam meraih dukungan untuk duduk sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Kenetralan PNS ini didukung dengan UU N0. 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum.
Reformasi Birokrasi bisa difokuskan pada upaya peningkatan kesejahteraan aparat hukum, dalam hal ini yang akan menjadi fokus adalah Kepolisian, Kejaksaan, Peradilan, dan Militer. Bila dilihat dari kemampuan Anggaran Negara yang tersedia maka keempat instansi tersebut juga belum sepenuhnya dilaksanakan secara bersamaan. Ada baiknya pemerintah bisa memberikan prioritas pada peningkatan kesejahteraan para hakim yang bergelut didunia peradilan. Alasan pokok mereka dijadikan prioritas adalah kewibaan hakim harus segera dipulihkan dengan tidak memberikan peluang kepada mereka untuk menjual hukum itu dalam bentuk menerima sogok atau imbalan dari pihak berperkara. Jika dunia peradilan sudah bersih maka rakyat bisa melihat adanya kepastian dan keberpihakan hukum di negeri ini. Peningkatan kesejahtaraan hakim harus diimbangi dengan peningkatan profesionalisme, kapasitas dan kapabilitas. Merit system dalam bentuk reward and punishment juga diterapkan guna merangsang mereka untuk memberikan yang terbaik dalam dunia peradilan.
Dalam lingkup yang lebih luas Mahkamah Agung selaku payung keberadaan para hakim juga melakukan reformasi birokrasi sedini mungkin dengan melakukan reformasi pada Manajemen SDM, Reorganisasi, Merit System, Akuntabiltas dan Manajemen Keuangan, yang akhirnya hasil diharapkan berupa adanya perubahan pada budaya kerja sehingga menghasilkan peningkatan pada pelayanan publik, Iklim Investasi, Kepastian Hukum, dan kesadaran publik akan hak dan kewajibannya. Dari perubahan yang diharapkan tersebut sudah tentu ujungnya adalah pada penurunan pelaku dan prilaku korupsi sehingga IPK negara kita yang saat ini menempati nilai 2.2 bisa merangkat menjadi nilai 5 pada tahun 2009 nanti.
Pencanangan reformasi birokrasi jangan sampai hanya sekedar jargon semata, dimata kita sudah ada contoh lembaga yang melakukan, diantaranya KPK dan Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi ( BRR ) Aceh  - Nias. Setidaknya kedua lembaga tersebut bisa dijadikan best practise untuk diterapkan dilembaga lainya terutama dalam di lingkungkan instansi aparat penegak hukum.

Read more

Pages

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Followers

Web hosting for webmasters